The Indonesian Chamber of Commerce and Industry (Kadin) held a discussion regarding the development and prohibition of the social commerce business model (social media that doubles as a trading platform) which has a negative impact on MSME business activities and the trade sector in Indonesia (25/9/2023).
Against this problem, Kadin through a discussion initiated by the Vice Chairman of Kadin Indonesia for Trade Juan P. Adoe, Vice Chairman of Kadin Indonesia for Entrepreneurship Aldi Haryopratomo, and Vice Chairman of Kadin Indonesia for Communication and Information Firlie H. Ganinduto provided a number of views and recommendations, including :
1. Kadin Indonesia does not prohibit social commerce business models in Indonesia given the components of technology adoption and innovation that have the potential to increase the creation of the widest possible economic opportunities for the community.
2. However, Kadin Indonesia recommends that:
a) Dalam operasionalnya model bisnis social commerce di Indonesia turut diatur sebagaimana model bisnis e-commerce dalam peraturan perundang-undangan;
b) Dalam rangka menjunjung asas perlindungan konsumen, dan sejalan dengan pengaturan model bisnis e-commerce maka seluruh produk yang dijual dalam platform social commerce di Indonesia wajib memiliki izin sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c) Penyelenggara social commerce menerapkan sistem interoperability dan interconnectivity sehingga memungkinkan pengguna dari layanan social commerce untuk dapat memilih ragam platform e-commerce untuk dapat digunakan sebagai tempat melakukan transaksi;
d) Sehubungan dengan meningkatnya praktek kanibalisme dimana perusahaan social commerce berdasarkan hasil analisa data memproduksi secara langsung produk-produk yang diminati oleh konsumennya, maka Kadin Indonesia memandang bahwa hal ini berdampak negatif terhadap UMKM lokal. Dalam rangka menjaga kinerja serta mendorong perkembangan UMKM lokal, maka Kadin Indonesia merekomendasikan agar pemerintah mewajibkan perusahaan social commerce untuk:
- Mendukung UMKM lokal memasuki pasar internasional (termasuk melalui pemberian bantuan untuk mengiklankan produk-produk Indonesia di negara asal platform social commerce). Adapun rasio perdagangan produk UMKM internasional dan lokal (Indonesia) yang difasilitasi oleh platform social commerce direkomendasikan perbandingannya sebesar 50:50.
- Membangun Research Center, Digital Talent Academy dan/atau pusat training di Indonesia.
Social commerce is officially banned from selling and serving transactions in Indonesia as stated in the Minister of Trade Regulation (Permendag) Number 31 of 2023 concerning Business Licensing, Advertising, Guidance, and Supervision of Business Actors in Trading Through Electronic Systems promulgated on 26 September 2023.
The following are the points of the regulation:
- Pemerintah menegaskan media sosial (medsos) hanya bisa untuk promosi. Apabila ada aplikasi medsos yang ingin berjualan harus membuat aplikasi e-commerce terpisah sesuai ketentuan. Hal ini agar data dari aplikasi medsos tidak disalahkan untuk kepentingan pihak tertentu. Artinya, layanan social commerce tidak bisa beroperasi selama pengelola tidak memiliki entitas e-commerce terpisah.
- Platform digital dilarang bertindak sebagai produsen.
- Pemerintah menetapkan harga minimum sebesar US$100 per unit untuk barang asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara (cross border). Sedangkan pedagang dalam negeri yang menjual barang impor tidak dikenakan batasan tersebut.
- Terkait penjualan barang dari luar negeri, aturan terbaru mengatur daftar barang yang mendapatkan izin untuk diperjualbelikan.
- Perdagangan barang-barang tersebut juga akan diperlakukan sama dengan perdagangan luring dalam negeri. Misalnya, untuk makanan, harus mengantongi sertifikat halal. Lalu, perangkat dan elektronik harus memenuhi standard nasional Indonesia (SNI).
The development of social commerce has quite an impact on MSMEs, because the sale of original Indonesian goods in offline stores and other marketplaces is less competitive with social commerce products that are very cheap.