Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menggelar Forestry Forum untuk terus mendorong implementasi Multi Usaha Kehutanan di areal yang dikelola Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
“Implementasi MUK akan memberi nilai manfaat yang optimal, baik dari aspek teknis, produksi, sosial dan ekonomi,” kata Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto pada pembukaan Forestry Forum di Jakarta, Selasa, (30/1/2024).
Agus menjelaskan, Indonesia memiliki kawasan hutan seluas sekitar 120,35 juta hektare atau 68% dari wilayah daratan Indonesia. Kekayaan sumber daya hutan ini harus dikelola secara lestari untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Agus menyatakan, ada lima pilar pengelolaan hutan berkelanjutan. Kelimanya adalah Kepastian Kawasan, Jaminan Berusaha, Produktivitas, Diversifikasi Produk, dan Daya Saing.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, bahwa multi usaha kehutanan adalah inovasi paradigma pengelolaan hutan dari pengelolaan berbasis tegakan hutan (timber oriented) menjadi pengelolaan berbasis landskap (forest landscape management).
“Pada areal PBPH pada hutan produksi dapat diintegrasikan dengan pengolahan hasil hutan kayu dan pengolahan kasil hutan bukan kayu,” kata Agus.
Implementasi multi usaha kehutanan diyakini juga menjadi solusi menghadapi tantangan yang dihadapi seperti ketahanan pangan, energi dan obat-obatan. Agus juga mengatakan, multi usaha kehutanan menjadi pendukung tercapainya target FOLU Net Sink 2030.
Untuk mendorong implementasi multi usaha kehutanan, Kadin Indonesia dan APHI berkolaborasi menghadirkan Kadin Regenerative Forestry Business Hub (RFBH) untuk mengatasi tantangan yang dihadapi pengusaha kehutanan sebagaimana yang menjadi tujuan Omnibus Law dan Peraturan Kehutanan Multiguna yang baru.
Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kadin Indonesia Silverius Oscar Unggul mengatakan, melalui RFBH dunia usaha diharapkan dapat mendapatkan pemahaman mendalam dan mengetahui insentif tambahan pada praktik kehutanan regeneratif.
“Kadin RFBH merupakan wadah komunikasi inklusif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan serta menghadirkan model pembelajaran untuk membangun usaha hutan regeneratif yang berkelanjutan,” terangnya.
“Pemerintah, pemilik konsesi, industri hilir/offtaker, investor, bahkan lembaga penelitian dapat mengetahui praktik kehutanan regeneratif serta insentif dalam pengimplemntasiannya,” tambah Silverius Oscar.
Senada, Wakil Ketua Umum APHI Dr Soewarso menjelaskan, melalui fasilitasi ini, pelaku usaha dapat saling berbagi pembelajaran pengembangan multi usaha kehutanan, berdialog, hingga mendukung implementasinya.
“Bersama perusahaan pionir, memprakarsai implementasi multi usaha kehutanan berbasis sistem kerja sama hulu-hilir melibatkan pemangku kepentingan,” katanya.
Soewarso mengatakan ada tiga isu utama yang perlu diselesaikan untuk mendorong implementasi multi usaha kehutanan. isu tersebut adalah dukungan regulasi, sumber daya manusia, dan akses pembiayaan dan pasar.