Jakarta – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie menyambut positif kesepakatan tarif impor sebesar 19% untuk produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Presiden AS Donald Trump.
Anindya atau Anin sapaan akrabnya menilai hasil negosiasi pemerintah ini lebih baik dibanding banyak negara lain dan menjadi peluang bagi peningkatan ekspor nasional.
Menurut Anin, keberhasilan ini patut diapresiasi karena tercapai di tengah posisi Indonesia yang memang mencatat surplus perdagangan dengan AS.
“Pertama, selamat kepada pemerintah. Karena menurut saya, apa yang telah disepakati itu bagus untuk Indonesia,” kata Anin, Rabu (16/07/2025).
Anin menilai wajar jika banyak pihak mempertanyakan mengapa tarif tidak bisa ditekan lebih rendah lagi. Namun, dibanding kondisi global, tarif ini dianggap lebih ringan.
Anin mencontohkan tarif Indonesia lebih rendah daripada Meksiko yang dikenakan 35% dan China sebesar 30%. Anin juga membandingkan dengan Inggris yang hanya dikenai tarif 10%, namun neraca dagangnya dengan AS justru defisit, berbeda dengan Indonesia yang surplus.
“Memang banyak yang menanyakan, kenapa 19%? Tidak lebih rendah lagi. Tapi ini relatif daripada keadaan Indonesia saat ini. Indonesia berdagang dengan Amerika (serikat) surplus 18 miliar dolar AS. Sehingga, pasti akan ada tarif. Tapi ini lebih bagus daripada yang dibicarakan sebelumnya 32%,” ujar Anin.
Di sisi lain lanjut Anin, kesepakatan ini dinilai dapat mendorong kenaikan signifikan nilai perdagangan bilateral.
Kadin kata Anin optimistis dalam lima tahun ke depan, ekspor Indonesia ke AS bisa meningkat hingga dua kali lipat dari kondisi sekarang.
“Kalau saya lihat, perdagangan yang tadinya 40 miliar dolar AS, dalam lima tahun bisa mencapai 80 miliar dolar AS. Kita mesti lihat bukan hanya untungnya buat mereka, tapi apa untungnya buat kita,” ungkap Anin.
Untuk memanfaatkan peluang ini, Kadin kata Anin berencana segera menggelar rapat dengan pelaku industri dalam negeri, khususnya sektor tekstil, garmen, alas kaki hingga elektronik.
Anin menegaskan pentingnya memastikan kapasitas produksi cukup untuk memenuhi lonjakan permintaan.
“Jangan sampai kita (sudah) mendapatkan suatu kemudahan, tiba-tiba malah dimanfaatkan negara lain yang biayanya lebih mahal hanya karena kita tidak siap,” jelas Anin.
“(Karena) Kita mau mencari tiga angka. Satu, berapa banyak investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas. Yang kedua, berapa banyak kita bisa meningkatkan pendagangan. Dan yang ketiga, berapa banyak lapangan kerja yang bisa diciptakan,” tutup Anin.