Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi, Yukki Nugrahawan Hanafi menilai keikutsertaan Indonesia dalam blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) sebagai langkah strategis yang dapat mendorong daya saing global dan memperluas akses pasar bagi dunia usaha.
“Dengan akses yang lebih luas ke pasar negara-negara BRICS, pelaku usaha Indonesia berpotensi menembus pasar-pasar baru yang beragam, termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Ini adalah kesempatan besar untuk meningkatkan ekspor, baik produk manufaktur maupun komoditas, ke negara yang kebutuhan impornya terus meningkat,” ujar Yukki (27/10/2024).
Keanggotaan dalam BRICS juga menawarkan efisiensi biaya perdagangan melalui potensi pengurangan hambatan tarif dan prosedur bea cukai. Selain itu, dunia usaha mendapat keuntungan dari kemungkinan diversifikasi mata uang dalam transaksi internasional.
Dengan penggunaan mata uang lokal atau alternatif antar negara BRICS, Yukki menyebut ketergantungan pada dolar AS bisa ditekan, sehingga biaya transaksi berkurang dan risiko fluktuasi nilai tukar dapat diminimalisir.
“Bagi perusahaan yang aktif dalam transaksi lintas negara, ini adalah keuntungan strategis yang akan memperkuat efisiensi operasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” tambah Yukki.
Lebih lanjut, Yukki menyoroti bahwa BRICS juga membuka peluang kolaborasi dalam bidang teknologi dan pembiayaan. Melalui institusi seperti New Development Bank (NDB), Indonesia dapat mengakses dukungan pembiayaan untuk proyek infrastruktur dan inovasi di berbagai sektor industri. Peluang ini dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi daya saing dan ketahanan ekonomi Indonesia di pasar global.
Seperti diketahui sebelumnya, Indonesia secara resmi mengajukan keinginannya untuk bergabung dengan organisasi kerja sama ekonomi antar negara, BRICS, dalam pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia. Dalam pernyataan tertulisnya pada Kamis malam, 24 Oktober 2024, atau Jumat dini hari, 25 Oktober 2024 waktu Indonesia, Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menegaskan bahwa proses Indonesia untuk menjadi anggota BRICS telah dimulai.
Sejak tahun 1970-an, dolar AS telah berfungsi sebagai mata uang cadangan utama dunia, mendominasi perdagangan dan perbankan internasional. Meskipun banyak negara mengadopsi nilai tukar fleksibel, nilai dolar tetap tinggi. Namun, saat ini, banyak negara mulai mencari alternatif lain, termasuk bergabung dengan BRICS. BRICS berencana membentuk mata uang sendiri untuk mengurangi ketergantungan anggotanya terhadap dolar AS.
Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto belum secara resmi menyatakan bergabung dengan BRICS, tetapi telah menunjukkan ketertarikan untuk menjadi bagian dari organisasi tersebut. Hal ini terutama disebabkan karena prioritas yang diusung BRICS dianggap sejalan dengan visi dan misi Indonesia, terutama dalam hal peningkatan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi BRICS yang signifikan menarik perhatian para ekonom dan investor global, serta diyakini akan berlanjut. Pasalnya, pangsa pasar BRICS mewakili lebih dari 40 persen jumlah penduduk dunia, lebih dari 25 persen dari total PDB global, dan sekitar 20 persen dari perdagangan internasional.