KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

Kewajiban Baru: Penyelenggara Sistem Pembayaran Wajib Menyampaikan Rencana Penyediaan Dana Paling Lambat Desember 2024

Pada tahun 2019, Bank Indonesia (“BI”) menerbitkan Peraturan No. 21/16/PBI/2019 (“PBI 16/2019”) tentang Standardisasi Kompetensi di Bidang Sistem Pembayaran (“SK SP”) dan Pengelolaan Uang Rupiah. Pada intinya, PBI 16/2019 menetapkan berbagai persyaratan dan pedoman bagi bank (“Bank”) dan lembaga selain bank (“LSB”) (Bank dan LSB secara bersama-sama disebut “Pelaku SK SP”) yang ditujukan untuk meningkatkan kompetensi di bidang sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.[1]

Namun, permasalahan saat ini seperti penipuan, kejahatan siber, pencucian uang, dan pendanaan terorisme, serta kebutuhan untuk menyelaraskan kerangka kerja ini dengan mandat yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, (“UU 4/2023”) mendorong BI untuk menerbitkan Peraturan No. 5 tahun 2024 (“PBI 5/2024”) tentang SK SP.[2] Pada saat mulai berlaku tanggal 9 Juli 2024, kerangka baru ini akan sekaligus mencabut dan mengganti PBI 16/2019.[3]

Dengan tetap mempertahankan sebagian besar ketentuan pokok yang semula ditetapkan berdasarkan PBI 16/2019, PBI 5/2024 secara khusus melakukan beberapa revisi, seperti ruang lingkup kegiatan sistem pembayaran (“Kegiatan”), berbagai jenjang kualifikasi untuk posisi tertentu, kewajiban para pihak yang bersangkutan, serta jenis sanksi administratif baru yang dapat diberlakukan karena tindak ketidakpatuhan. Selain itu, PBI 5/2024 juga menyederhanakan terminologi yang digunakan, dengan menghilangkan pengelolaan uang rupiah (PUR) dari seluruh nomenklatur tekait. Pelaku SK SP kini wajib memperhatikan batas waktu baru berikut ini:[4]

Kewajiban Batas Waktu
Penyampaian rencana penyediaan dana tahun 2025 13 Desember 2024
Memiliki sertifikat pelatihan berbasis kompetensi (“PBK”) sistem pembayaran dan/atau sertifikat kompetensi sistem pembayaran (secara bersama-sama disebut “Sertifikat”) bagi personel yang menduduki jabatan tertentu sebelum berlakunya PBI 5/2024. 31 Desember 2026

Karena luasnya cakupan berbagai pengaturan yang diatur dalam PBI 5/2024, pembahasan ini akan terbatas pada ketentuan-ketentuan baru yang dimuat di dalamnya, khususnya topik-topik berikut ini:

  1. Penyesuaian Cakupan SK SP dan Pihak yang Diwajibkan;
  2. Kewajiban Sertifikasi;
  3. Kewajiban Pelaku SK SP; dan
  4. Perluasan Sanksi Administratif.

 

Penyesuaian Cakupan SK SP dan Pihak yang Diwajibkan

Pada intinya, PBI 5/2024 memperkenalkan berbagai penyesuaian terhadap cakupan Kegiatan. Perbandingan Kegiatan dalam kerangka PBI 16/2019 diuraikan dalam tabel berikut:[5]

Kegiatan PBI 5/2024 PBI 16/2019
Kegiatan operasional sistem pembayaran Ö Ö*
Kegiatan operasional jasa pengelolaan uang rupiah Ö  
Kegiatan usaha penukaran valuta asing dan pembawaan uang kertas asing Ö  
Kegiatan operasional setelmen transaksi tresuri dan pembiayaan perdagangan Ö Ö
Kegiatan opersional penatausahaan surat berharga Ö Ö
Kegiatan operasional sistem pembayaran lainnya yang ditetapkan oleh BI Ö Ö

(*) PBI 16/2019 secara eksplisit membedakan antara sistem pembayaran tunai dan nontunai, sedangkan PBI 5/2024 tidak membedakannya.

Terkait pihak yang diwajibkan, PBI 5/2024 mengkategorikan ulang jenis usaha Penyelenggara SK SP dan Pelaku SK SP yang wajib mematuhi ketentuan SK SP. Para pihak tersebut dirangkum dalam tabel berikut:[6]

Pelaku SK SP Penyelenggara SK SP
Meliputi:

  1. Penyedia jasa pembayaran;
  2. Penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran;
  3. Penyelenggara jasa pengolahan uang rupiah; dan
  4. Penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan Bank.
Encompass:

  1. Lembaga Pelatihan Kerja Sistem Pembayaran (“LPK SP”); dan
  2. Lembaga Sertifikasi Profesi Sistem Pembayaran (“LSP SP”)

 

Kewajiban Sertifikasi

Meskipun kedua peraturan tersebut mengamanatkan bahwa Pelaku SK SP wajib memastikan bahwa pegawai yang bertanggung jawab atas Kegiatan telah memiliki Sertifikat, PBI 5/2024 menentukan berbagai jenjang pencapaian pembelajaran di bidang sistem pembayaran yang kedudukannya disetarakan dengan jenjang tertentu dalam kerangka kualifikasi sistem pembayaran (“Jenjang Kualifikasi”).[7] Jabatan dan jenjang kualifikasi terkini dirinci dalam tabel berikut:[8]

Jabatan Keterangan Jenjang Kualifikasi
Anggota direksi Direktur atau setingkat direktur yang membawahi Kegiatan 6
Pejabat eksekutif Jabatan pada Pelaku SK SP yang bertanggung jawab langsung kepada anggota direksi dan/atau yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dan/atau operasional Kegiatan 6
Penyelia Jabatan pada satuan kerja operasional di bawah pejabat eksekutif yang melakukan supervisi atas Kegiatan yang dilakukan oleh pelaksana 5
Pelaksana Jabatan pada satuan kerja operasional yang melaksanakan Kegiatan Sistem Pembayaran di bawah supervise penyelia 4

 

Dengan mempertahankan persyaratan sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan PBI 16/2019, kerangka kerja baru ini juga mengamanatkan bahwa pegawai wajib memperoleh Sertifikat dalam waktu enam bulan sejak tanggal efektif menduduki jabatan. Sertifikat ini hanya dapat diperoleh dari LPK SP atau LSP SP yang telah diakui oleh BI.[9]

Meskipun sertifikat profesi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi dan/atau asosiasi profesi luar negeri (“Sertifikat Asing”) masih diakui melalui penyetaraan oleh LSP SP, terdapat perubahan terhadap persyaratan berdasarkan PBI 5/2024, sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:[10]

Persyaratan PBI 5/2024 PBI 16/2019
Masa berlaku Sertifikat Asing Ö Ö
Cakupan Kegaiatan Ö Ö
Jenjang Kualifikasi Ö  
Pertimbangan lainnya (misalnya rekomendasi dari asosiasi profesi dan/atau asosiasi industri) Ö Ö

 

 

Kewajiban Pelaku SK SP

Serupa dengan kerangka PBI 16/2019, kerangka baru ini juga mengamanatkan bahwa Pelaku SK SP wajib memastikan pemeliharaan kompetensi sistem pembayaran secara berkelanjutan bagi pegawai yang telah memiliki Sertifikat (“Pemeliharaan”). Namun, perlu dicatat bahwa PBI 5/2024 kini menetapkan bahwa pemeliharaan harus dilakukan setidaknya satu kali dalam jangka waktu tiga tahun.[11] Selain itu, PBI 5/2024 juga menegaskan kembali kewajiban untuk menatausahakan data dan informasi yang tercantum dalam Sertifikat. Data tersebut meliputi:[12]

  1. Data pegawai pemegang Sertifikat; dan
  2. Data pegawai yang telah melakukan Pemeliharaan.

Selain kewajiban yang disebutkan di atas, PBI 5/2024 juga memperkenalkan ketentuan baru tentang pendanaan untuk pengembangan dan penguatan sumber daya manusia.  Pada intinya, Pelaku SK SP kini wajib menyampaikan rencana penyediaan dana berdasarkan asesmen kebutuhan dan realisasinya kepada BI untuk dievaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, rencana penyediaan dana dapat memerlukan penyesuaian.[13]

 

 

Perluasan Sanksi Administratif

Dalam hal ketidakpatuhan, termasuk kewajiban yang disebutkan di atas, kedua peraturan tersebut menetapkan berbagai sanksi administratif bagi Pelaku SK SP. Namun, perlu dicatat bahwa PBI 5/2024 kini telah memperluas berbagai jenis sanksi administratif yang dapat dikenakan, sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut:[14]

Jenis Sanksi Administratif PBI 5/2024 PBI 16/2019
Teguran tertulis Ö Ö
Penundaan perizinan, persetujuan pengembangan aktivitas, produk dan kerja sama dalam Kegiatan Ö Ö
Penundaaan kepesertaan dalam sistem pembayaran BI Ö  
Penghentian sementara, sebagian, atau seluruh Kegiatan, termasuk kerja sama Ö  
Pencabutan izin Ö Ö

 

Poin Penting

Dengan menyempurnakan cakupan kegiatan dan meningkatkan kualifikasi yang diperlukan untuk jabatan utama dalam industri, penerbitan PBI 5/2024 bertujuan untuk memastikan sistem pembayaran yang cepat, aman, hemat, dan andal. Bersamaan dengan perluasan jenis sanksi dan pengenalan kewajiban baru untuk menyusun rencana pendanaan, PBI 5/2024 menggarisbawahi pentingnya sumber daya manusia yang tangguh dalam mengatasi permasalahan terkini yang muncul dalam lanskap sistem pembayaran. Langkah-langkah ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap terciptanya infrastruktur pembayaran yang lebih tangguh dan efisien dan sebagai wujud komitmen Bank Indonesia dalam memajukan sektor keuangan nasional dan menyelaraskannya dengan tuntutan kontemporer dan standar global.

 

 

 

Sumber: hukumonline.com

Analisa Lainnya

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry