Pada tahun 2000, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (“PPh”) atas Bunga Deposito dan Tabungan, serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (“BI”), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 123 Tahun 2015 (secara bersama-sama disebut “PP 131/2000”). Di antara berbagai ketentuan yang diatur dalam PP 131/2000, kerangka ini mengatur tarif PPh yang berlaku yang dapat dikenakan atas bunga deposito, tabungan dan diskonto sertifikat BI.[1]
Namun, untuk mendukung kewajiban penempatan Devisa Hasil Ekspor (“DHE”) yang berasal dari Sumber Daya Alam (“SDA”) ke dalam sistem keuangan Indonesia melalui penerbitan kebijakan khusus PPh atas penempatan DHE SDA pada instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu (secara bersama-sama disebut “Instrumen”),[2] pemerintah memutuskan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2024 (“PP 22/2024”), yang berlaku sejak 20 Mei 2024.[3] Pemberlakuan PP 22/2024 ini akan mencabut dan mengganti pengenaan PPh atas bunga deposito, tabungan, dan diskonto sertifikat BI, seperti tercantum dalam Pasal 2 PP 131/2000.[4]
Dalam edisi Indonesian Legal Brief (“ILB”) kali ini, kami akan menguraikan analisis berbagai perubahan baru yang dikenalkan dalam kerangka PP 22/2024, khususnya yang berkaitan dengan topik-topik berikut:
- Perluasan Instrumen Penempatan; dan
- Penyesuaian Tarif PPh dan Jangka Waktu Penempatan.
Perluasan Instrumen Penempatan
PP 22/2024 menyatakan bahwa setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh eksportir (baik perorangan maupun badan usaha) dari penempatan DHE SDA pada Instrumen tertentu di Indonesia akan dikenakan PPh final.[5] Meskipun pengenaan PPh final tersebut telah diatur dalam PP 131/2000, kerangka baru PP 22/2024 kian memperjelas bahwa pengenaan tersebut hanya akan dilakukan terhadap DHE SDA, sedangkan Instrumen yang memenuhi syarat harus memenuhi kriteria berikut:[6]
- Harus diklasifikasikan sebagai instrumen perbankan di Indonesia, instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (“LPEI”) dan/atau instrumen moneter yang diterbitkan oleh BI;
- Dana harus bersumber dari DHE SDA;
- Harus memiliki jangka waktu penempatan minimum satu bulan; dan
- Tidak diperdagangkan di pasar sekunder (yaitu eksportir terkait tidak boleh menjual atau mengalihkan kepemilikan Instrumen kepada pihak lain).
Apabila sebelumnya PP 131/2000 hanya mengatur bunga deposito, tabungan, dan diskonto sertifikat BI yang dikenakan PPh final atas setoran DHE, PP 22/2024 kini menambah daftar instrumen tersebut sebagai berikut:[7]
|
|
Penyesuaian Tarif PPh dan Jangka Waktu Penempatan
PP 22/2024 menyatakan bahwa PPh final atas DHE SDA dihitung dengan mengalikan tarif PPh final dengan dasar pengenaan pajak.[8] Terkait hal tersebut, PP 22/2024 lebih lanjut memperjelas bahwa PPh final tersebut harus dilakukan melalui mekanisme pemotongan pajak oleh pihak tertentu (seperti bank, LPEI dan/atau peserta operasi pasar terbuka) dan dilakukan pada saat pembayaran bunga, diskonto atau imbalan lain yang sejenis oleh bank atau LPEI kepada eksportir atas penempatan DHE SDA-nya.[9]
Mengenai tarif PPh yang berlaku, PP 103/2000 sebelumnya mengatur bahwa tarif tersebut diklasifikasikan ke dalam tiga kategori (yaitu Instrumen dalam dolar AS, rupiah atau valuta lainnya).[10] Namun, PP 22/2024 merevisi tarif PPh dan ketentuan yang berlaku berdasarkan mata uang yang digunakan melalui Instrumen penempatan DHE SDA, sebagaimana terangkum dalam tabel di bawah ini:[11]
Tarif PPh yang Berlaku | Jangka Waktu Penempatan | |
Instrumen dalam Valuta Asing | Instrumen dalam Mata Uang Rupiah | |
0% | Lebih dari enam bulan | |
0% | Enam atau lebih dari enam bulan | |
2.5% | Enam bulan | |
7.5% | 2.5% | Tiga sampai dengan kurang dari enam bulan |
10% | 5% | Antara satu dan kurang dari tiga bulan |
Perlu diketahui juga bahwa tarif PPh yang diuraikan di atas juga berlaku untuk penempatan kembali dana DHE SDA pada Instrumen setelah tanggal jatuh tempo Instrumen tersebut.[12] Selain itu, PP 103/2000 sebelumnya menyatakan bahwa dasar pengenaan PPh adalah jumlah penghasilan bruto yang diterima eksportir dari penempatan DHE SDA ke dalam Instrumen yang diuraikan di atas.[13]
Poin Utama
Perluasan instrumen penempatan DHE SDA yang tersedia memberikan beberapa manfaat penting bagi Eksportir, termasuk peningkatan fleksibilitas pengelolaan keuangan, sehingga memungkinkan eksportir untuk menyesuaikan dan mendiversifikasi portofolio investasi dengan lebih efisien. Selain itu, penyelarasan tarif insentif PPh yang berlaku dengan kerangka perpajakan terkini juga menunjukkan bahwa pemerintah berupaya memastikan kepatuhan terhadap peraturan sehingga dapat memberikan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi Eksportir untuk operasi bisnisnya.
Sumber: hukumonline.com