Belakangan ini, kekhawatiran di tengah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (“UMKM”) serta masyarakat luas di penjuru negeri semakin meningkat mengenai platform media sosial (“Media Sosial”) yang memfasilitasi perdagangan melalui sistem elektronik (“PMSE”). Kekhawatiran ini berpusat pada kenyataan bahwa pedagang konvensional dan UMKM terkena dampak negatif dari perdagangan online dan mengalami kerugian besar. Terkait hal tersebut, Menteri Perdagangan (“Mendag”) mengamini kekhawatiran tersebut dengan menegaskan bahwa Media Sosial yang sekaligus melakukan kegiatan usaha PMSE berpotensi menghasilkan keuntungan yang sangat besar dengan menggunakan algoritma pengguna Media Sosial, sehingga dapat mengatur iklan produk yang sesuai dengan preferensi pengguna Media Sosial.
Mengingat situasi yang sangat merugikan, dan sebagai upaya untuk lebih memberdayakan UMKM dalam negeri, Mendag menerbitkan Peraturan No. 31 tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik (“Permendag 31/2023” ), yang telah berlaku sejak 26 September 2023. Dengan berlakunya Permendag 31/2023, maka peraturan sebelumnya yang mengatur persyaratan PMSE, yakni Peraturan Mendag No. 50 tahun 2020 (“Permendag 50/2020”), dengan judul yang sama, dihapus dan diganti.
Pada intinya, Permendag 31/2023 tetap mempertahankan ruang lingkup pelaku usaha dalam dan luar negeri yang semula diatur dalam Permendag 50/2020, yang terdiri dari: 1) Pedagang; 2) Penyelenggara PMSE (“PPMSE”); dan 3) Penyelenggara sarana perantara (PSP). Namun, yang baru diatur dalam Permendag 31/2023 adalah penjelasan lebih lanjut mengenai berbagai model bisnis bagi PPMSE di dalam dan luar negeri, sebagaimana dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Social Commerce, Marketplace, Retail Online
Pada intinya Permendag 31/2023 menetapkan bahwa dalam melakukan PMSE, pelaku usaha wajib mematuhi peraturan perundang-undangan di berbagai bidang, antara lain:
Terkait kegiatan usaha PPMSE berupa social commerce dan marketplace, Permendag 31/2023 mengatur beberapa larangan yang berlaku untuk model PPMSE tersebut, sebagaimana dirinci dalam tabel berikut:
Akibat larangan tersebut, setiap Media Sosial yang termasuk dalam kategori social commerce kini hanya dapat memfasilitasi promosi barang dan/atau jasa. Karena social commerce dilarang merangkap sebagai marketplace, maka Media Sosial yang ingin melakukan transaksi PMSE harus terlebih dahulu mendapatkan izin usaha sebagai PMSE marketplace, dengan membuat marketplace yang terpisah dari platform social commerce.
Selain itu, Permendag 31/2023 juga melarang PPMSE menampilkan iklan elektronik di Sistemnya dengan cara apapun yang melanggar peraturan perundang-undangan. Jika ditemukan iklan elektronik yang melanggar, maka Permendag 31/2023 mengamanatkan PPMSE untuk memutus akses terhadap konten iklan tersebut. Selanjutnya, apabila PPMSE dengan model bisnis selain retail online telah memutus akses terhadap konten iklan elektronik milik pelaku usaha yang sama sebanyak lebih dari tiga kali, maka PPMSE harus memutus akses terhadap akun pelaku tersebut.
Jika tidak mematuhi larangan tersebut, maka dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Terkait hal tersebut, sanksi administratif yang berlaku mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin usaha. Sebagai perbandingan, larangan terhadap social commerce, marketplace, dan retail online yang dijelaskan di atas tidak diatur sebelumnya dalam Permendag 50/2020.
Pencegahan Praktik Bisnis Tidak Sehat dan Manipulasi Harga
Baru ditetapkan dalam Permendag 31/2023, dalam melakukan PMSE, PPMSE kini wajib berperan aktif untuk:
1. Memberikan kesempatan berusaha yang sama kepada seluruh pedagang; dan
2. Menjaga harga barang dan/atau jasa bebas dari manipulasi harga baik langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, Permendag 31/2023 juga mewajibkan PPMSE untuk mengawasi, mencegah, dan menaggulangi praktik usaha yang tidak sehat dan/atau manipulasi harga dengan menetapkan standar operasional prosedur. Terkait hal tersebut, upaya pencegahan dan penanggulangan dilakukan dengan memastikan:
Tidak adanya keterhubungan atau interkoneksi antara Sistem yang digunakan untuk PMSE dengan Sistem non-PMSE lainnya; dan
Tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data milik pengguna PPMSE yang dapat disalahgunakan untuk kepentingan PPMSE dan/atau perusahaan yang berafiliasi dengan Sistemnya.
Permendag 31/2023 mengamanatkan PPMSE untuk melaporkan dan berkoordinasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam waktu tiga hari kerja sejak ditemukannya dugaan praktik usaha tidak sehat dan/atau manipulasi harga. Perlu dicatat, jika tidak memenuhi tindakan yang dijelaskan di atas, maka akan dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait.
PMSE Lintas Negara: Harga Minimum Barang Impor
Permendag 31/2023 menegaskan bahwa kegiatan PMSE lintas negara harus sepenuhnya mematuhi peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan yang berlaku di sektor impor dan ekspor. Baru diperkenalkan dalam Permendag 31/2023, PPMSE yang melakukan kegiatan PMSE lintas negara wajib menerapkan harga minimum barang untuk pedagang yang menjual barang jadi yang diimpor dalam Sistemnya.
Terkait dengan harga minimum tersebut, Permendag 31/2023 menetapkan harga minimum sebesar Freight on Board (FOB) US$ 100 per unit barang. Jika barang diberitahukan dalam mata uang lain, maka harus dikonversi terlebih dahulu menggunakan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Akan tetapi, barang dengan harga di bawah harga minimum masih dapat menjadi objek PMSE lintas negara setelah ditetapkan oleh Mendag. Sebagai perbandingan, harga minimum untuk PMSE lintas negara yang disebutkan di atas tidak diatur sebelumnya dalam Permendag 50/2020.
Sumber : Hukumonline.com