Berdasarkan mandat yang diperkenalkan berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU 4/2023”)[1], yang bertujuan untuk lebih memperkuat berbagai profesi penunjang di sektor keuangan (“Profesi Penunjang”), Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan (“Rancangan Peraturan”) tentang Profesi Penunjang di Sektor Jasa Keuangan.[2]
Sesuai dengan judulnya, Rancangan Peraturan ini mencakup berbagai persyaratan dan ketentuan yang secara khusus berkaitan dengan Profesi Penunjang (misalnya persyaratan yang berlaku, mandat yang relevan, penyediaan layanan, dan sebagainya).[3] Lebih lanjut, Rancangan Peraturan ini bertujuan untuk mengkonsolidasikan berbagai kerangka hukum yang telah diterbitkan terkait Profesi Penunjang yang terdaftar di OJK. Ketika Rancangan Peraturan ini pada akhirnya diberlakukan, Rancangan Peraturan ini akan sekaligus mencabut dan mengganti kerangka hukum berikut:[4]
- Peraturan OJK No. 38/POJK.05/2015 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Konsultan Aktuaria, Akuntan Publik, dan Penilai Yang Melakukan Kegiatan di Industri Keuangan Non-bank (“POJK 38/2015”);
- Peraturan OJK No. 66/POJK.04/2017 tentang Konsultan Hukum Yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal (“POJK 66/2017”);[5]
- Peraturan OJK No. 67/POJK.04/2017 tentang Notaris Yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal (“POJK 67/2017”); dan
- Peraturan OJK No. 68/POJK.04/2017 tentang Penilai Yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal (“POJK 68/2017”).
Perlu dicatat bahwa Rancangan Peraturan tersebut saat ini masih dalam tahap pembahasan, sehingga dapat mengalami perubahan lebih lanjut. Terkait hal tersebut, OJK mengharapkan masukan dari para pemangku kepentingan hingga tanggal 27 September 2024. Masukan tersebut dapat disampaikan melalui email dan/atau melalui tautan berikut.[6]
Berdasarkan latar belakang di atas, edisi Indonesian Legal Brief (“ILB”) ini akan menguraikan berbagai ketentuan yang ditetapkan dalam Rancangan Peraturan. Namun, karena luasnya ketentuan-ketentuan di dalamnya, pembahasan ini akan dibatasi pada topik-topik berikut:
- Perluasan Cakupan Profesi Penunjang;
- Penyesuaian Persyaratan yang Berlaku; dan
- Penetapan Kembali Kewajiban Profesi Terdaftar.
Perluasan Cakupan Profesi Penunjang
Rancangan Peraturan ini secara garis besar memperluas cakupan Profesi Penunjang yang saat ini diatur dalam berbagai kerangka kerja yang diuraikan di atas. Oleh karena itu, tabel berikut ini memuat perbandingan berbagai jenis Profesi Penunjang yang diatur dalam Rancangan Peraturan dan kerangka peraturan saat ini:
Jenis Profesi Penunjang | Kerangka Peraturan Saat Ini | Rancangan Peraturan[7] | |||
POJK 38/2015[8] | POJK 66/2017[9] | POJK 67/2017[10] | POJK 68/2017[11] | ||
Akuntan publik | √ | √ | |||
Akuntan berpraktik | √ | ||||
Aktuaris | √ | √ | |||
Penilai | √ | √ | √ | ||
Konsultan pajak | √ | ||||
Notaris | √ | √ | |||
Konsultan hukum | √ | √ | |||
Ahli syariah jasa keuangan (“Ahli Syariah”) | √ | ||||
Profesi lain yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh OJK* | √ |
Terkait dengan penambahan profesi lain, yang diberi tanda bintang (*) pada tabel di atas, Rancangan Peraturan menyatakan bahwa profesi lain tersebut kemungkinan berkaitan dengan sektor keuangan di masa mendatang, yang meliputi:[12]
- Penyedia dokumen pernyataan pendaftaran;
- Pihak yang melakukan analisis dan menyediakan jasa aksi korporasi tertentu (misalnya transaksi terkini, potensi pertambangan, keuangan berkelanjutan, dan lain sebagainya); dan
- Jenis penyedia jasa lain di sektor jasa keuangan.
Penyesuaian Persyaratan yang Berlaku
Meskipun persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebagian besar Profesi Penunjang yang tercantum dalam Rancangan Peraturan tetap sama dengan persyaratan yang tercantum dalam kerangka peraturan yang berlaku saat ini (yaitu harus memperoleh izin profesi dari otoritas terkait dan/atau terdaftar sebagai Profesi Penunjang aktif di OJK),[13] Rancangan Peraturan juga menyebutkan bahwa Ahli Syariah wajib memiliki izin langsung dari OJK.[14]
Dalam hal tidak ada otoritas yang berwenang menerbitkan izin kepada Profesi Penunjang yang diuraikan di atas, Rancangan Peraturan ini menyebutkan bahwa profesi penunjang tersebut harus memperoleh izinnya dari OJK.[15] Namun, Rancangan Peraturan tersebut juga dapat mengecualikan Profesi Penunjang dari kewajiban pendaftaran jika memenuhi ketentuan sebagai berikut:[16]
- Memastikan kemudahan berusaha bagi usaha skala kecil dan menengah untuk mengakses pendanaan di pasar modal;
- Belum terdapat asosiasi profesi bagi Profesi Penunjang; dan
- Pihak terkait telah memiliki izin dari otoritas pasar modal di negara lain atau izin tidak diperlukan di negara dimana pihak terkait beroperasi.
Penetapan Kembali Kewajiban Profesi Terdaftar
Meskipun berbagai kerangka peraturan saat ini menguraikan kewajiban yang wajib dipenuhi oleh Profesi Penunjang setelah terdaftar di OJK dan berbeda dari satu profesi dengan profesi lainnya,[17] Rancangan Peraturan tersebut kini merevisi dan menyusun kewajiban profesi tersebut menjadi satu daftar kewajiban yang berlaku bagi semua jenis Profesi Penunjang. Daftar delapan kewajiban bagi Profesi Penunjang yang tercantum dalam Rancangan Peraturan secara garis besar diuraikan sebagai berikut:[18]
|
|
Selain kewajiban-kewajiban yang telah diuraikan di atas, perlu diperhatikan bahwa Rancangan Peraturan juga mewajibkan Profesi Penunjang untuk melakukan kegiatan-kegiatan wajib berikut ini setelah terdaftar di OJK:[19]
- Mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (“PPL”) setiap tahun yang diselenggarakan oleh lembaga yang diakui oleh OJK;
- Menyampaikan laporan wajib kepada OJK;
- Bersedia menyampaikan data dan informasi dan/atau hadir secara tatap muka saat dipanggil OJK untuk keperluan pemeriksaan; dan
- Memenuhi berbagai kewajiban lain yang ditetapkan oleh OJK.
Sebagai perbandingan, POJK 67/2017 dan POJK 68/2017 menyatakan bahwa partisipasi dalam PPL hanya wajib bagi notaris dan penilai yang melakukan kegiatan di pasar modal.[20]
Poin Penting
Dengan memperluas daftar Profesi Penunjang yang diizinkan untuk beroperasi di sektor jasa keuangan dari daftar yang saat ini tercantum dalam kerangka kerja yang telah terbit, Rancangan Peraturan ini memperluas kesempatan bagi jenis profesi lain untuk melakukan usaha sebagai Profesi Penunjang. Langkah ini nantinya dapat membantu memastikan bahwa kegiatan usaha yang berlangsung di sektor keuangan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, Rancangan Peraturan ini telah menetapkan kembali dan menyatukan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh Profesi Penunjang yang terdaftar di OJK. Upaya ini diharapkan dapat membantu memastikan bahwa seluruh Profesi Penunjang mampu memberikan layanan yang berkualitas dan terstandarisasi kepada pelanggannya di sektor keuangan.
Sumber: hukumonline.com