Pada tahun 2022, Menteri Keuangan (“Menteri”) menerbitkan Peraturan No. 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri No. 136 Tahun 2023 (secara bersama-sama disebut “Permenkeu 112/2022”). Pada intinya, kerangka baru ini menetapkan berbagai prasyarat yang secara spesifik terkait penggunaan jenis-jenis nomor pokok wajib pajak berikut ini oleh jenis-jenis wajib pajak tertentu:[1]
Nomor Induk | Jenis Wajib Pajak |
Nomor Induk Kependudukan (“NIK”) sebagai NPWP[2] | Warga Negara Indonesia |
NPWP dengan format 16 digit[3] | Wajib Pajak Orang Pribadi bukan Penduduk |
Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (“NITKU”)[4] | Kantor yang terpisah dari tempat tinggal atau kantor pusat (seperti kantor cabang) |
Namun demikian, dalam rangka memberikan kepastian hukum dan kemudahan pelayanan kepada wajib pajak, serta memberikan waktu yang cukup bagi para pemangku kepentingan untuk menyiapkan sistem administrasi penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut di atas, maka Direktur Jenderal Pajak (“Direktur Jenderal”) telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal No. PER-6/PJ/2024 (“PerDJP 6/2024”) tentang Penggunaan NIK sebagai NPWP, NPWP dengan Format 16 Digit, dan NITKU dalam Layanan Administrasi Perpajakan (secara bersama-sama disebut “Nomor Induk Baru”), yang telah berlaku sejak 1 Juli 2024.[5]
Secara garis besar, PerDJP 6/2024 mengatur berbagai ketentuan yang secara khusus mengatur penggunaan Nomor Induk Baru, meliputi layanan administrasi terkait, serta dokumen dan pendaftaran yang dipersyaratkan untuk penerbitan NPWP. Oleh karena itu, edisi Indonesian Legal Brief (“ILB”) kali ini menyajikan analisis ringkas mengenai berbagai hal yang diatur dalam kerangka PerDJP 6/2024, khususnya terkait dengan bidang-bidang berikut:
- Penggunaan Nomor Induk Baru; dan
- Core Tax Administration System (“CTAS”): Manfaat dan Tantangan.
Penggunaan Nomor Induk Baru
Terhitung mulai 1 Juli 2024, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (“DJP”) dan instansi pemerintah lain yang menyelenggarakan layanan administrasi (“Pihak Lain”)[6] diberi mandat untuk menggunakan Nomor Induk Baru dalam memberikan layanan yang melibatkan NPWP wajib pajak. Layanan administrasi tersebut meliputi pendaftaran dan layanan digital lainnya, yang meliputi:[7]
|
|
Berbagai jenis dan penjelasan yang berlaku terkait dengan layanan administrasi tersebut di atas, beserta layanan lain yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak, akan dikenalkan kepada masyarakat secara bertahap. Namun, perlu dicatat bahwa layanan yang tidak termasuk dalam daftar layanan administrasi di atas akan tetap menggunakan NPWP dengan format 15 digit.[8]
Terkait dengan keputusan, ketetapan, formulir, dan dokumen perpajakan (secara bersama-sama disebut “Dokumen Perpajakan”), akan disesuaikan secara bertahap dengan mencantumkan NPWP format 15 digit dan Nomor Induk Baru. Penyesuaian format tersebut diatur lebih lanjut dalam Lampiran PerDJP 6/2024.[9] Namun, perlu diperhatikan bahwa Dokumen Perpajakan yang diterbitkan dengan NPWP format 15 digit setelah 1 Juli 2024 akan tetap memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Dokumen Perpajakan yang menggunakan Nomor Induk lama dan Nomor Induk baru.[10]
Selain itu, dalam hal pendaftaran NPWP dilakukan setelah berlakunya PerDJP ini, maka NPWP format 15 digit dan NITKU tetap diterbitkan disertai dengan pengaktifan atau pemberian Nomor Induk Baru sesuai dengan jenis wajib pajak yang bersangkutan.[11]
CTAS: Manfaat dan Tantangan
Sesuai dengan mandat Permenkeu 112/2022, penggunaan Nomor Induk Baru ditargetkan selesai pada 31 Desember 2023. Namun, masa transisi ini kemudian diperpanjang hingga 30 Juni 2024.[12] Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Perpajakan DJP, perpanjangan ini tidak hanya memberikan waktu tambahan bagi pemangku kepentingan untuk mempersiapkan sistem yang terdampak, namun juga sejalan dengan impelementasi CTAS yang akan mulai beroperasi pada pertengahan tahun 2024.[13]
CTAS adalah sistem teknologi informasi canggih yang mendukung operasional DJP, termasuk automasi proses bisnis.[14] CTAS memberikan manfaat substansial bagi para wajib pajak, termasuk layanan tax payer account yang komprehensif yang merinci semua kewajiban perpajakan dan sejenisnya. Integrasi dan digitalisasi data pajak, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (“Perpres 40/2018”), pada akhirnya bertujuan untuk menyederhanakan proses administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan perpajakan secara keseluruhan.[15]
Menurut DJP, CTAS akan memberikan berbagai manfaat bagi berbagai pihak di sektor perpajakan. Pihak-pihak tersebut, beserta beberapa manfaat yang ditawarkan, dirangkum dalam tabel berikut:[16]
Pihak | Manfaat CTAS |
Wajib Pajak |
|
DJP |
|
Pemangku kepentingan lainnya |
|
Kendati berbagai kemajuan tersebut telah diterapkan di sektor perpajakan, berbagai tantangan terkait penerapan Nomor Induk Baru masih tetap ada. Sebagi contoh, hingga 30 Juni 2024, masih ada sekitar 670.000 NIK – NPWP yang masih harus dipadankan.[17] Selain itu, belum semua layanan administrasi perpajakan saat ini mampu mengakomodasi Nomor Induk Baru.[18]
Mengingat masih adanya permasalahan terkait penggunaan Nomor Induk Baru, maka PerDJP 6/2024 memberikan kelonggaran kepada Pihak Lain yang sistemnya belum siap untuk melaksanakan layanan administrasi terkait. Dalam hal ini, NPWP format 15 digit tetap dapat digunakan hingga batas akhir 31 Desember 2024.[19]
Poin Utama
Implementasi awal dari Nomor Induk Baru dipandang sebagai langkah penting menuju penerapan CTAS secara penuh, sebuah sistem yang diharapkan memberikan manfaat signifikan bagi wajib pajak dalam hal efisiensi, kepatuhan dan transparansi. Namun, berbagai kekhawatiran yang ada akan memerlukan manajemen yang cermat dan adaptasi yang cepat terhadap sistem baru untuk mencegah terjadinya kesalahan dan memastikan kepatuhan. Dalam upaya untuk memfasilitasi transisi yang lancar sebelum penerapan penuh sistem baru, periode penyesuaian yang diamanatkan memberikan pemangku kepentingan terkait untuk menyesuaikan sistem mereka dengan kerangka yang baru.
Sumber: hukumonline.com