Dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia melalui stimulasi daya beli masyarakat di sektor perumahan, pemerintah memutuskan untuk memberikan berbagai insentif pajak untuk pajak pertambahan nilai (“PPN”) atas penyerahan rumah tapak dan unit rumah susun (secara bersama-sama disebut “Properti”) hingga Desember 2024.[1] Untuk melaksanakan insentif pajak baru ini secara resmi, Menteri Keuangan (“Menteri”) menerbitkan Peraturan No. 61 tahun 2024 tentang Insentif Tambahan PPN Atas Penyerahan Properti yang Ditanggung Pemerintah (“PPN DTP”) untuk Tahun Anggaran 2024 (“Permenkeu 61/2024”), yang berlaku sejak 19 September 2024.[2]
Fasilitas PPN DTP serupa untuk periode November 2023 sampai dengan Juni 2024 sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri No. 7 tahun 2024 tentang Insentif PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah. Melalui penerbitan Permenkeu 61/2024, kini fasilitas PPN DTP tersebut telah diberlakukan kembali untuk periode September sampai dengan Desember 2024.[3] Selain perpanjangan fasilitas, Permenkeu 61/2023 juga menaikkan tarif PPN DTP untuk periode September sampai dengan Desember 2024 dari 50% menjadi 100%.[4]
Permenkeu 61/2024 secara garis besar menetapkan bahwa PPN DTP akan diberikan untuk rumah tapak (yaitu bangunan tempat tinggal atau rumah deret, termasuk bangunan tempat tinggal yang sebagian digunakan sebagai toko atau kantor) dan unit rumah susun (difungsikan secara khusus sebagai tempat hunian).[5] Berdasarkan latar belakang tersebut, edisi Indonesian Legal Brief (ILB) ini akan merangkum ketentuan-ketentuan baru yang diperkenalkan dalam Permenkeu 61/2024, khususnya yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
- Ketentuan Umum;
- Penerima PPN DTP yang Memenuhi Syarat; dan
- Pembebasan PPN DTP.
Ketentuan Umum
Permenkeu 61/2024 menjelaskan bahwa insentif PPN DTP berlaku terhadap penyerahan Properti pada saat penandatanganan akta jual beli yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah atau perjanjian pengikatan jual beli lunas yang ditandatangani di hadapan notaris.[6] Selain itu, seluruh penyerahan tersebut harus dilakukan mulai dari tanggal 1 September 2024 sampai dengan 31 Desember 2024 dan harus disertai dengan penyerahan hak secara nyata atas Properti, sebagaimana dibuktikan pada periode ini dalam berita acara serah terima.[7]
Selain itu, Properti juga harus memenuhi kriteria berikut agar dapat dikategorikan sebagai properti yang memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas PPN DTP:[8]
- Memiliki harga jual maksimum Rp. 5 miliar; dan
- Properti baru dan siap huni (yaitu yang diidentifikasi oleh kode identitas rumah dan pertama kali diserahkan oleh penjual tanpa pernah dilakukan pemindahtanganan).
Dalam hal Properti dibeli melalui skema pembayaran uang muka atau cicilan sebelum berlakunya Permenkeu 61/2024 ini, Properti tersebut tetap dapat memperoleh insentif PPN DTP, dengan ketentuan sebagai berikut:[9]
- Uang muka atau cicilan pertama kali mulai dibayar pada tanggal 1 September 2024; dan
- Memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas PPN DTP mulai tanggal 1 September 2024 sampai dengan 31 Desember 2024.
Permenkeu 61/2024 menjelaskan bahwa PPN DTP yang diberikan sebesar 100% dari PPN terutang atas dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar, dengan harga jual paling banyak Rp5 miliar.[10] PPN DTP ini akan berlaku mulai dari September sampai dengan Desember 2024 dan mencakup PPN terutang mulai tanggal 1 September sampai dengan tanggal 30 September 2024.[11]
Selanjutnya, penjual wajib menerbitkan faktur pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan menyampaikan laporan realisasi PPN DTP pada tanggal Properti dipindahtangankan.[12] Apabila kewajiban tersebut gagal dipenuhi maka akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.[13]
Perlu diketahui pula bahwa pelaporan dan pembetulan surat pemberitahuan PPN periode September sampai dengan Desember 2024 dapat digunakan sebagai laporan realisasi.[14]
Penerima PPN DTP yang Memenuhi Syarat
Berdasarkan Permenkeu 61/2024, fasilitas PPN DTP hanya dapat digunakan oleh satu orang pribadi untuk perolehan satu jenis Properti (“Penerima”).[15] Penerima wajib memenuhi salah satu kriteria berikut:[16]
- Warga negara Indonesia yang memiliki nomor pokok wajib pajak (“NPWP”) atau nomor induk kependudukan (NIK); or
- Warga negara asing yang memiliki NPWP, sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kepemilikan Properti oleh warga negara asing.
Perlu diperhatikan bahwa setiap individu yang memanfaatkan insentif PPN DTP pada periode sebelumnya masih dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk pembelian Properti lain.[17] Namun, pembelian Properti yang dilakukan sebelum 1 September 2024 dan yang telah dibatalkan tidak dapat memanfaatkan fasilitas PPN DTP ini.[18]
Pembebasan PPN DTP
PPN tidak akan ditanggung oleh pemerintah, dalam beberapa keadaan, antara lain:[19]
- Objek yang diserahkan tidak memenuhi kriteria Properti yang ditetapkan pada Permenkeu 61/2024;
- Pembayaran uang muka atau cicilan pertama dilakukan sebelum 1 September 2024;
- Penyerahan Properti dilakukan sebelum 1 September 2024 atau setelah 31 December 2024;
- Transaksi yang bersangkutan meliputi lebih dari satu jenis Properti yang diperoleh oleh satu orang pribadi;
- Properti dipindahtangankan dalam jangka waktu satu tahun sejak penyerahan; dan sebagainya.
Dalam hal demikian, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang menagih PPN dari individu yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, sepanjang data dan/atau informasi yang tersedia menunjukkan salah satu keadaan di atas.[20]
Poin Penting
Setiap individu yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan insentif PPN DTP sebagai Penerima harus memperhatikan dengan seksama persyaratan dan kriteria yang berlaku, sebagaimana diuraikan di atas. Namun, penting untuk dicatat bahwa Properti yang telah menerima pembebasan PPN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dapat lagi memperoleh insentif PPN DTP.[21] Selain itu, Penerima juga harus memperhatikan masa pajak, periode penyerahan Properti, dan periode pengalihan kepemilikan Properti untuk menghindari pengenaan sanksi administratif dan/atau kewajiban PPN akibat ketidakpatuhan.
Sumber: hukumonline.com