KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

Pembenahan Lanskap Impor Indonesia: Menjaga Kepentingan Industri Dalam Negeri

Pendahuluan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia telah menegaskan bahwa pemerintah terus melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri, khususnya yang termasuk dalam klasifikasi usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UMKM”), dari fenomena predatory pricing yang berasal dari produk impor, khususnya produk yang dijual dengan harga di bawah rata-rata nilai pasar melalui platform e-commerce. Upaya perlindungan tersebut antara lain berupa penerapan tindakan lebih tegas yang bertujuan untuk mengendalikan masuknya barang impor dan revisi rezim tata kelola impor yang berlaku dibandingkan dengan yang semula diatur dalam kerangka Peraturan Menteri Perdagangan (“Menteri”) No. 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri No. 25 Tahun 2022 (secara bersama-sama disebut “Peraturan 20/2021”).

Revisi kebijakan impor tersebut di atas, yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian impor, telah diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Menteri No. 36 Tahun 2023, yang memiliki judul yang sama dengan Peraturan 20/2021 (“Peraturan 36/2023”) dan mulai berlaku pada 11 Maret 2024. Meskipun pemberlakuan Peraturan 36/2023 itu sendiri telah mengakibatkan pencabutan dan penggantian Peraturan 20/2021, perlu dicatat bahwa setiap peraturan pelaksanaan dari Peraturan 20/2021 yang kini telah dicabut akan tetap berlaku dengan ketentuan bahwa ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan dengan Peraturan 36/2023.

Selain pencabutan Peraturan 20/2021, Peraturan 36/2023 juga sekaligus mencabut dan mengganti berbagai kerangka peraturan terkait impor yang sebelumnya telah diterbitkan Menteri. Kerangka kerja yang dicabut tersebut dirinci sebagai berikut:

  1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya dan Perubahannya (secara bersama-sama disebut “Keputusan 230/1997”); dan
  2. Peraturan Menteri No. 15 Tahun 2021 tentang Perlakuan Penundaan Atas Ketentuan Pembatasan dan Tata Niaga Impor di Kawasan Ekonomi Khusus (“Peraturan 15/2021”).

Terdiri dari 72 pasal dalam 21 bab, Peraturan 36/2023 mencakup berbagai aspek yang bertujuan untuk memperkuat efisiensi pengendalian impor. Salah satu bidang utama yang kini telah disesuaikan dalam kerangka Peraturan 36/2023 adalah restrukturisasi pengawasan impor dari post-border menjadi border untuk jenis komoditas tertentu (misalnya barang elektronik, alas kaki dan pakaian jadi, serta kosmetik dan obat-obatan tradisional). Selain itu, Peraturan 36/2023 juga lebih lanjut mengatur relaksasi impor barang pribadi seperti yang dilakukan oleh Pekerja Migran Indonesia (“PMI”), yang selama ini sering dihadapkan pada kendala akibat berbagai larangan dan/atau pembatasan dan peraturan baru ini berfungsi sebagai pengakuan atas kontribusi PMI, khususnya dalam menghasilkan pendapatan devisa dan pengiriman uang. Sehubungan dengan itu, perlu diketahui bahwa relaksasi impor barang milik PMI ini mulai berlaku segera setelah diundangkannya Peraturan 36/2023, tepatnya pada 11 Desember 2023.

Mengingat besarnya dampak Peraturan 36/2023 terhadap beragam pihak yang melakukan kegiatan impor, Edisi Indonesia Law Digest (ILD) kali ini menyajikan rangkuman berbagai ketentuan yang diatur dalam Peraturan 36/2023 yang berfokus pada persyaratan dan kewajiban baru yang berlaku serta memberikan perbandingan dengan ketentuan yang diatur dalam kerangka Peraturan 20/2021 sebelumnya guna menyoroti berbagai penyesuaian yang telah diatur dalam Peraturan 36/2023. Untuk memastikan pembahasan yang menyeluruh dan ringkas mengenai hal-hal ini, analisis kami dibagi menjadi beberapa bagian berikut:

I. Persyaratan Umum Impor

II. Persyaratan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (“PB UMKU”) yang Baru Dikenalkan
A. Penerbitan PB UMKU
B. Perubahan dan Perpanjangan PB UMKU
C. Pembatalan dan Pencabutan PB UMKU

III.Pengecualian Persyaratan Impor

IV. Aspek Impor Lain
A. Impor Barang yang Dikecualikan dari Kebijakan dan Ketentuan Impor
B. Impor Barang dalam Keadaan Tidak Baru
C. Impor Sementara dengan atau tanpa Penyelesaian Tidak Diekspor Kembali
D. Impor Barang Manufaktur sebagai Barang Komplementer, Barang Tes Pasar dan/atau Barang Pelayanan Purna Jual (secara bersama-sama disebut “Barang Manufaktur”)

V. Kewajiban Pelaporan

VI. Sanksi Administratif yang Berlaku

I. Persyaratan Umum Impor
Perseorangan, lembaga, atau pelaku usaha (secara bersama-sama disebut “Importir”) yang hendak mengimpor barang wajib terlebih dahulu memiliki Nomor Induk Berusaha (“NIB”) yang sekaligus berfungsi sebagai Angka Pengenal Importir (“API”). Sehubungan dengan itu, Peraturan 36/2023 lebih lanjut menjelaskan bahwa NIB hanya diberikan kepada kantor pusat usaha dan hanya berlaku bagi kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha serupa.

Seperti yang awalnya tercantum dalam Peraturan 20/2021, terdapat total dua jenis API yang tersedia dan Importir wajib memilih salah satunya, sebagai berikut:

Baik Peraturan 20/2021 maupun Peraturan 36/2023 mengatur bahwa barang yang diimpor melalui penggunaan API-P dilarang diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Namun, Peraturan 36/2023 kini telah memperluas kategori barang yang dikecualikan dari larangan tersebut, sebagaimana yang semula diatur dalam kerangka Peraturan 20/2021. Pengecualian ini dirangkum dalam tabel di bawah ini:

Selain itu, Peraturan 36/2023 juga memberikan hak kepada Importir untuk melakukan konversi NIB yang semula berfungsi sebagai API-U menjadi API-P melalui sistem Online Single Submission (“OSS”). Namun, alasan harus diberikan atas permintaan konversi tersebut, sedangkan konversi tersebut hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Importir telah mendapatkan izin usaha terkait impor dan/atau laporan surveyor dan telah merealisasikan seluruh proses impor terkait; dan
  2. NIB yang berfungsi sebagai API-U telah melewati masa berlaku minimum satu tahun.

Perlu juga dicatat bahwa barang apa pun yang diimpor sebelum konversi tersebut dapat diperdagangkan/dipindahtangankan. Sedangkan izin usaha yang telah diterbitkan sebelumnya sebelum dilakukan konversi akan otomatis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku melalui sistem INATRADE.

II. Persyaratan PB UMKU yang Baru Dikenalkan
Selain persyaratan umum di atas, Importir juga wajib memiliki PB UMKU yang merupakan izin yang berlaku di bidang impor sebelum barang masuk ke dalam daerah pabean. PB UMKU tersebut hanya diwajibkan untuk jenis barang tertentu, sebagaimana diuraikan secara lengkap dalam Lampiran I dan II Peraturan 36/2023, dan meliputi:

Berdasarkan kerangka baru Peraturan 36/2023, Importir kini diizinkan untuk mendapatkan lebih dari satu jenis PB UMKU yang disebutkan di atas. Selain itu, meskipun Importir terdaftar dan importir produsen hanya dapat digunakan untuk satu pemberitahuan pabean impor (“Pemberitahuan Pabean”), persetujuan impor dapat digunakan untuk penyampaian satu atau lebih Pemberitahuan Pabean.

A. Penerbitan PB UMKU

Untuk memperoleh PB UMKU, Importir harus mengajukan permohonan lengkap melalui sistem elektronik Indonesia National Single Window (“SINSW”) untuk diteruskan ke sistem INATRADE. Sebelum melakukan pengajuan tersebut, Importir terlebih dahulu harus mendaftarkan akun melalui SINSW untuk mendapatkan hak akses dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli yang diperlukan sesuai dengan jenis Importir.

Peraturan 36/2023 telah merevisi jenis Importir yang ada, kini antara lain sebagai berikut:

Tabel berikut menguraikan dokumen persyaratan yang perlu diunggah oleh masing-masing Importir tersebut di atas untuk mendapatkan hak akses:

Namun, perlu diperhatikan bahwa Importir A dapat memilih salah satu dari dokumen yang dipersyaratkan di atas. Selain itu, Importir tidak wajib lagi mengunggah dokumen tersebut ke SINSW apabila kementerian/lembaga terkait telah memiliki versi elektronik hasil pindai dokumen asli, elemen data dan/atau status pengakuan/penetapan pelaku usaha.

Selain itu, Importir juga harus memberikan surat pernyataan yang bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian dokumen-dokumen yang diuraikan di atas, termasuk data dan/atau informasi terkait, pada saat pengajuan permohonan melalui SINSW. Selain itu, jika ditemukan ketidaksesuaian, maka Importir akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Perubahan dan Perpanjangan PB UMKU
Importir boleh melakukan perubahan terhadap berbagai elemen data PB UMKU yang telah diterbitkan melalui pengajuan permohonan melalui SINSW dan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli yang diperlukan. Dengan tetap mempertahankan keseluruhan persyaratan perubahan yang awalnya diatur dalam Peraturan 20/2021, Peraturan 36/2023 tidak lagi mengharuskan Importir untuk mengajukan permohonan tersebut dalam waktu tiga puluh hari.

Sehubungan dengan perubahan yang disebutkan di atas, elemen data spesifik yang mungkin mengalami modifikasi dirinci sebagai berikut:

Berdasarkan kerangka baru Peraturan 36/2023, setiap perubahan yang dilakukan pada pos tarif/harmonized system dan/atau nomor satuan barang untuk nomor seri barang tertentu, sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Impor, hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Belum dilakukan realisasi Impor atau tidak sedang dilakukan realisasi Impor yang dibuktikan dengan nomor pendaftaran; dan/atau
  2. Belum diterbitkan Laporan surveyor.

Selain itu, Peraturan 36/2023 kini juga telah memperjelas masa berlaku perubahan data di atas apabila permohonan pada akhirnya mendapat persetujuan, sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini:

Sama halnya dengan permohonan perubahan, apabila masa berlaku PB UMKU akan habis, maka Importir juga dapat mengajukan perpanjangan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli yang diperlukan. Sehubungan dengan itu, Peraturan 36/2023 mengatur bahwa permohonan tersebut dapat diajukan paling lambat tiga puluh hari sebelum berakhirnya masa berlaku PB UMKU. Selain itu, Peraturan 36/2023 juga memperjelas bahwa apabila permohonan dinyatakan lengkap namun perpanjangan terkait masih belum diterbitkan hingga masa berlaku PB UMKU berakhir, maka perpanjangan secara elektronik akan dilakukan secara otomatis melalui SINSW.

C. Pembatalan dan Pencabutan PB UMKU
Sebagaimana diatur dalam Peraturan 20/2021, Importir diizinkan untuk membatalkan proses penerbitan, perubahan, dan perpanjangan izin melalui SINSW. Namun dalam kerangka baru Peraturan 36/2023, pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan sebelum persetujuan permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan dikeluarkan oleh Menteri.

Perlu diketahui juga bahwa Importir akan menerima pemberitahuan melalui SINSW mengenai segala pembatalan dan pencabutan apabila terdapat kesalahan mengenai wewenang, prosedur dan/atau substansi sehubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

Selain itu, jika barang sedang dalam proses pengapalan atau pengangkutan, maka pencabutan PB UMKU akan dilakukan setelah selesainya pengurusan bea cukai terkait barang tersebut. Dalam hal ini, Importir terkait juga wajib menyampaikan pernyataan yang menegaskan komitmennya untuk tidak memulai proses pengapalan barang apa pun selain barang yang telah dikapalkan.

III. Pengecualian Persyaratan Impor
Baru dikenalkan dalam Peraturan 26/2023, terdapat pengecualian terhadap berbagai persyaratan impor yang diuraikan di atas untuk jenis impor tertentu yang termasuk dalam dua kategori tertentu (yaitu impor yang dilakukan sehubungan dengan kegiatan usaha dan bukan usaha) sesuai dengan ketentuan tertentu. Namun perlu diperhatikan bahwa pengecualian tersebut hanya berlaku untuk jenis impor berikut ini:

Tabel di bawah ini menguraikan berbagai pengecualian yang kini tersedia dalam kerangka Peraturan 36/2023:

Untuk mendapatkan surat keterangan tersebut di atas dari Direktur Jenderal, Importir harus mengajukan permohonan melalui SINSW. Dalam hal ini, Peraturan 36/2023 mempertahankan keseluruhan prosedur untuk mendapatkan surat keterangan tersebut yang semula diatur dalam Peraturan 20/2021. Selain itu, Peraturan 36/2023 kini telah memperjelas bahwa surat keterangan tersebut berlaku untuk satu atau lebih Pemberitahuan Pabean dan khusus digunakan untuk:

  1. Dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean; atau
  2. Dokumen persyaratan impor, yang pemeriksaannya dilakukan setelah barang yang bersangkutan melalui kawasan pabean (post-border).

Selain itu, Peraturan 36/2023 juga memberikan hak kepada Importir untuk membatalkan pemrosesan permohonan surat keterangan sebelum diterbitkan melalui SINSW dengan mengunggah surat pernyataan yang berisi persetujuan atas pembatalan tersebut.

IV. Aspek Impor Lain

A. Impor Barang yang Dikecualikan dari Kebijakan dan Ketentuan Impor

Berdasarkan kerangka baru Peraturan 36/2023, total ada empat jenis impor yang dikecualikan dari berbagai kebijakan dan ketentuan impor. Namun perlu diketahui, pengecualian tersebut tidak mengecualikan pelaku usaha terkait dari kewajiban mendapatkan PB UMKU. Oleh karena itu, tabel berikut menyoroti berbagai persyaratan yang berlaku untuk masing-masing dari empat jenis impor yang disebutkan di atas:

B. Impor Barang dalam Keadaan Tidak Baru
Pada intinya, baik Peraturan 20/2021 maupun Peraturan 36/2023 mewajibkan Importir mengimpor barang dalam keadaan baru, namun, Menteri dapat menetapkan bahwa barang dapat diimpor dalam keadaan tidak baru sesuai dengan syarat-syarat tertentu, sebagaimana diatur dalam kedua kerangka tersebut. Namun dalam kerangka yang terakhir, klasifikasi barang-barang tersebut kini telah diperluas hingga mencakup total empat kategori, sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:

Penting untuk dicatat, bahwa impor barang modal dalm keadaan tidak baru untuk tujuan relokasi industri memerlukan persetujuan impor relokasi industri tertentu. Selain itu, impor barang modal dalm keadaan tidak baru untuk tujuan dispensasi memerlukan persetujuan impor umum. Sehubungan dengan itu, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan permohonan penerbitan, perubahan atau perpanjangan persetujuan impor tersebut adalah sama dengan yang diuraikan pada bagian sebelumnya di atas.

C. Impor Sementara dengan atau tanpa Penyelesaian Tidak Diekspor Kembali
Meskipun barang impor sementara tidak diberlakukan kebijakan dan ketentuan umum impor, sebagaimana semula diatur dalam Peraturan 20/2021, Peraturan 36/2023 kini telah merevisi ketentuan yang berlaku agar barang dianggap memenuhi syarat untuk impor sementara tersebut. Tabel berikut menyajikan perbandingan antara kondisi kelayakan, sebagaimana tercantum dalam kedua kerangka:

Selain itu, Peraturan 36/2023 juga menyebutkan bahwa ketentuan di atas juga mengecualikan barang impor dari kewajiban memenuhi persyaratan PB UMKU dan/atau persyaratan terkait verifikasi atau penelusuran teknis. Sementara itu, impor sementara barang modal dalam keadaan tidak baru tertentu akan dikenakan persyaratan impor tertentu, sebagaimana diuraikan secara komprehensif dalam Lampiran II Peraturan 36/2023.

D. Impor Barang Manufaktur
Dengan tetap mempertahankan mandat impor barang manufaktur yang hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang memiliki NIB sebagai API dan juga telah mendapat surat keterangan dari Direktur Jenderal, sebagaimana diatur dalam Peraturan 20/2021, kerangka baru Peraturan 36/2023 kini telah mengklarifikasi bahwa impor tersebut dapat dilakukan sehubungan dengan dua jenis barang (yaitu barang bebas impor dan barang yang dibatasi impor). Selain itu, Peraturan 36/2023 juga telah mengenalkan berbagai persyaratan baru terkait jenis barang tersebut dan wajib dipenuhi oleh Importir, termasuk persyaratan terkait pelaksanaan berbagai hal yang tercantum pada tabel di bawah ini:

V. Kewajiban Pelaporan
Kewajiban lainnya antara lain, baik Peraturan 20/2021 maupun Peraturan 36/2023 mewajibkan Importir untuk menyampaikan laporan wajib bulanan (yaitu laporan realisasi impor dan laporan realisasi distribusi barang yang diimpor atau barang impor yang sudah diolah/diproduksi). Laporan tersebut harus disampaikan paling lambat tanggal lima belas bulan berikutnya melalui SINSW.[73]

Namun, sebagaimana baru dikenalkan dalam Peraturan 36/2023, penyampaian laporan realisasi impor bergantung pada jenis dokumen (yaitu PB UMKU dan laporan surveyor) yang dimiliki oleh Importir terkait. Penjelasan mengenai ketentuan baru tersebut dirangkum dalam tabel di bawah ini:

Selain laporan-laporan di atas, baik Peraturan 20/2021 maupun Peraturan 36/2023 juga mewajibkan penyampaian laporan realisasi impor oleh Importir yang telah mendapatkan surat keterangan pengecualian impor. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan 36/2023 lebih lanjut menjelaskan bahwa Importir tidak wajib menyampaikan laporan tersebut untuk bulan berikutnya, dengan ketentuan telah melengkapi dan menyampaikan laporan yang diperlukan untuk surat keterangan yang berlaku untuk satu kali penyampaian Pemberitahuan Pabean.

VI. Sanksi Administratif yang Berlaku
Pada akhirnya, penerbitan Peraturan 36/2023 telah menghasilkan revisi terhadap bentuk sanksi administratif yang dapat dikenakan sehubungan dengan ketidakpatuhan terhadap kebijakan impor dan mandat ketentuan yang diuraikan di atas. Sehubungan dengan hal ini, sanksi administratif yang berlaku yang diuraikan dalam Peraturan 36/2023 dapat dicabut setelah Importir menjalankan operasinya sesuai dengan mandat tersebut. Tabel berikut menyajikan perbandingan antara dua kerangka Peraturan 20/2021 dan Peraturan 36/2023 mengenai bidang ini:

Kesimpulan

Di tengah upaya yang sedang dilakukan pemerintah untuk merestrukturisasi sistem perdagangan dalam negeri guna menciptakan lingkungan perdagangan yang adil dan menguntungkan, penyempurnaan kebijakan dan ketentuan impor melalui penerbitan Peraturan 36/2023 merupakan langkah strategis Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menjaga kepentingan industri dalam negeri, khususnya UMKM lokal, dari tantangan produk impor dalam konteks persaingan yang semakin ketat, ekosistem digital global yang berkembang. Sehubungan dengan itu, Peraturan 36/2023 menawarkan ketentuan yang lebih rinci dan spesifik yang mengatur berbagai mekanisme impor barang sesuai dengan keadaan khusus. Ketentuan-ketentuan baru ini diharapkan dapat memperkuat daya saing produk-produk Indonesia yang diproduksi di dalam negeri dan dengan demikian meminimalkan kebutuhan untuk mengimpor produk-produk yang dapat diproduksi di dalam negeri.

 

 

Sumber : hukumonline.com

Analisa Lainnya

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry