Pemerintah saat ini sedang menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan (“RUU Perubahan”) atas Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“PPHI”), yang sebelumnya diubah melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2005 (bersama-sama disebut sebagai “UU 2/2004”). Dalam RUU Perubahan yang telah diterima oleh Hukumonline, yang telah dimasukkan sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI 2020 – 2024 sejak beberapa tahun yang lalu,[1] disebutkan bahwa dengan disahkannya RUU ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang semakin kompleks.[2]
Pada intinya, RUU Perubahan memperkenalkan sejumlah perubahan terhadap berbagai ketentuan yang khususnya mengatur penyelenggaraan PPHI, termasuk asas dan tujuan, prosedur mediasi dan konsiliasi, penunjukan arbiter, penunjukan hakim ad-hoc, pengenaan sanksi terhadap mediator, dsb. Namun demikian, mengingat luasnya cakupan kerangka baru ini, analisis yang akan dibahas dalam Indonesian Legal Brief kali ini hanya terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
- Penyesuaian Cakupan Penyelesaian; dan
- Ketentuan Baru tentang Prosedur Mediasi dan Konsiliasi.
Penyesuaian Cakupan Penyelesaian
Dalam kerangka UU 2/2004 yang berlaku saat ini, beberapa masalah tertentu dapat diselesaikan terkait empat jenis Perselisihan Hubungan Industrial (“PHI”) yang telah ditetapkan, seperti yang dirangkum dalam tabel berikut:[3]
Jenis Masalah/PHI | Jenis Penyelesaian | ||
Mediasi | Konsiliasi | Arbitrase | |
Perselisihan kepentingan | √ | √ | |
Perselisihan hak[4] | √ | ||
Pemutusan hubungan kerja | √ | ||
Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam perusahaan (“Perselisihan Antar Serikat”) | √ | √ |
Sebaliknya, di bawah RUU Perubahan, empat jenis masalah/PHI yang disebutkan di atas dapat diselesaikan melalui proses mediasi, konsiliasi, atau arbitrase jika upaya penyelesaian secara bipartit tidak membuahkan hasil.[5] RUU Perubahan juga memperkenalkan mekanisme PPHI elektronik yang baru, yang ketentuannya akan diatur lebih lanjut melalui penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang akan datang.[6]
Ketentuan Baru tentang Prosedur Mediasi dan Konsiliasi
Sejumlah perubahan telah diperkenalkan pada prosedur mediasi dan konsiliasi yang berlaku di bawah RUU Perubahan, seperti yang dirangkum dalam dua sub-bagian berikut.
- Perubahan Prosedur Mediasi
Sejumlah perubahan yang signifikan di bidang ini telah diperkenalkan di bawah kerangka RUU Perubahan, sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut:
RUU Perubahan | UU 2/2004 | |
PPHI harus dilakukan oleh mediator yang relevan, tergantung pada ruang lingkup PHI, sebagai berikut:[7] | PPHI akan dilaksanakan oleh mediator Dinas Kabupaten/Kota[8] | |
Mediator | Jenis PHI | |
Mediator di dinas ketenagakerjaan tingkat kabupaten/kota (“Mediator Kabupaten/Kota”) | PHI tingkat kabupaten/kota dan pelimpahan dari Kementerian atau dinas ketenagakerjaan tingkat provinsi (“Dinas Provinsi”) | |
Mediator dinas ketenagakerjaan tingkat provinsi (“Mediator Provinsi”) |
|
|
Mediator tingkat Kementerian Ketenagakerjaan (“Kementerian”) (“Mediator Kementerian”) | PHI yang terjadi pada lebih dari satu provinsi | |
Jika proses mediasi gagal mencapai penyelesaian, maka lima langkah harus diambil, yang meliputi: 1) Mediator wajib mengeluarkan anjuran tertulis dalam bentuk risalah penyelesaian dalam waktu sepuluh hari kerja sejak sidang mediasi pertama; 2) Para pihak harus menyiapkan jawaban tertulis kepada mediator yang berisi persetujuan atau penolakan atas rekomendasi tertulis | Di bawah UU 2/2004, bentuk risalah penyelesaian tidak ditentukan.[9] | |
Jika proses mediasi menghasilkan penyelesaian, maka perjanjian bersama harus dibuat, yang salinannya (bersama dengan akta bukti pendaftaran yang relevan) harus diserahkan kepada Dinas Kabupaten/Kota, Dinas Provinsi atau Menteri Ketenagakerjaan (“Menteri”) [bersama-sama disebut sebagai “Pihak yang Berwenang”].[10] Apabila perjanjian bersama tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:[11]
|
Berdasarkan UU 2/2004, tindakan yang diuraikan dalam butir (1) dan (2) saat ini belum diatur.[12]
|
|
Mediator harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu 30 hari kerja sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. Jika tenggat waktu ini terlewati, maka mediator terkait dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu mediasi kepada Pihak yang Berwenang yang akan diberikan dalam waktu 15 hari kerja sejak persetujuan tersebut diberikan[13] | Di bawah UU 2/2004, ketentuan mengenai perpanjangan waktu saat ini belum diatur[14] |
- Perubahan Prosedur Konsiliasi
Serupa dengan perubahan yang akan berlaku pada prosedur mediasi, RUU Perubahan prosedur konsiliasi yang baru dirangkum dalam tabel berikut:
RUU Perubahan | UU 2/2004 |
Konsiliasi dapat dilaksanakan oleh konsiliator yang telah terdaftar pada Dinas Kabupaten/Kota. Berdasarkan permohonan yang diajukan oleh para pihak yang berselisih, konsiliator dapat melaksanakan proses konsiliasi di luar wilayah kerja konsiliator yang telah terdaftar atas izin dari Dinas Kabupaten/Kota yang mewilayahi tempat konsiliator yang telah terdaftar.[15] | Di bawah UU 2/2004, ketentuan mengenai pelaksanaan konsiliasi di luar wilayah konsiliator yang terdaftar saat ini belum diatur. [16] |
Konsiliasi dapat dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi tempat kerja pekerja/buruh.[17] | UU 2/2004 mengakui pembagian penyelesaian perselisihan, khususnya Pasal 18 (1) menyatakan bahwa perselisihan harus berkaitan dengan: konflik kepentingan, pemutusan hubungan kerja atau Perselisihan Antar Serikat.[18] |
Sama halnya dengan prosedur mediasi, risalah penyelesaian yang merupakan anjuran tertulis wajib dibuat oleh konsiliator terkait. [19] | Di bawah UU 2/2004, risalah penyelesaian perselisihan saat ini belum dibahas.[20] |
Sama halnya dengan prosedur mediasi, jika salah satu pihak tidak mematuhi perjanjian bersama, maka pihak yang dirugikan juga dapat melaporkan hal tersebut kepada Pihak yang Berwenang untuk kemudian diawasi dan diumumkan dalam surat kabar nasional.[21] | Di bawah UU 2/2004, pelaporan dan pengumuman saat ini belum dibahas. [22] |
Sama halnya dengan prosedur mediasi, permintaan perpanjangan waktu bagi konsiliator untuk menyelesaikan proses konsiliasi dapat diajukan kepada Pihak yang Berwenang jika batas waktu 30 hari kerja terlewati.[23] | Di bawah UU 2/2004, ketentuan mengenai perpanjangan waktu saat ini belum dibahas.[24] |
Poin Utama
Jika RUU Perubahan pada akhirnya diberlakukan, RUU Perubahan akan membentuk kerangka regulasi baru bagi para pelaku hubungan industrial, termasuk pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah. Dengan diperkenalkannya asas dan tujuan baru terkait PPHI dalam RUU Perubahan, diharapkan PPHI dapat diimplementasikan secara lebih efektif dan bermanfaat bagi semua pihak yang terkait. Namun, penting juga bagi pihak-pihak yang berselisih untuk memastikan bahwa mereka menerapkan resolusi yang telah disepakati dengan benar dan sepenuhnya untuk menghindari pelaporan, pengumuman kepada masyarakat, atau menghadapi penegakan hukum melalui pengadilan.
Sumber: hukumonline.com