Sejak 1 April 2022, pemerintah telah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen. Kenaikan tarif PPN ini kabarnya akan bertahap sampai 12 persen di tahun 2025 mendatang.
Hukum yang mendasarinya adalah Undang-Undang No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Bab IV Pasal 7 ayat (1) tentang PPN.
Pasal 7 ayat (3) menjelaskan bahwa pemerintah dapat mengubah tarif PPN dengan batas maksimal 15 persen dan minimal 5 persen. Pemerintah juga mengatur perubahan tarif ini melalui Peraturan Pemerintah.
Mengingat bahwa PPN pun sebagai salah satu sumber pendapatan negara, kenaikannya pun akhirnya menuai pro kontra.
Lalu, apakah yang mendasari kebijakan kenaikan tarif PPN 11 persen dan bagaimana cara menghitungnya?
Alasan Kenaikan PPN 11 Persen
Pemerintah menaikkan tarif PPN hingga 11 persen sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor pajak, terutama setelah pandemi Covid-19.
Pemerintah tidak mendapatkan penerimaan negara yang optimal, sementara mereka memaksimalkan belanja negara selama pandemi, yang akhirnya menambah beban negara. Akibatnya, pemerintah terpaksa berutang untuk menyeimbangkan neraca keuangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat saat pandemi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, rata-rata PPN di seluruh dunia sebesar 15 persen. Indonesia berada di 11 persen dan nantinya secara bertahap akan naik menjadi 12 persen pada 2025.
Jadi, kenaikan PPN 11 persen ini guna menambal beban negara serta memperkokoh fondasi perpajakan, mengingat pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar saat ini.
Barang dan Jasa yang Kena PPN 11 Persen
Perubahan tarif PPN ini menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat, salah satunya adalah apa saja barang atau jasa yang kena PPN 11 persen? Berikut ulasannya:
1. Kripto
Pengenaan PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto telah tertuang dalam PMK 68/2022. Peraturan ini pun telah efektif pada 1 Mei 2022. Pemerintah mengenakan PPN atas:
- Barang kena pajak tidak berwujud berupa aset kripto oleh penjual aset kripto,
- Penyelenggara perdagangan sistem elektronik mengenakan pajak pada sarana elektronik yang mereka sediakan untuk transaksi aset kripto,
- Jasa kena pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto oleh penambang aset kripto.
2. Layanan Fintech
Pemerintah mengenakan PPh dan PPN pada layanan teknologi finansial atau fintech, sesuai dengan aturan dalam PMK 69/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022.
3. Pembelian Mobil Bekas
Pemerintah mengenakan PPN sebesar 1,1% pada pembelian mobil bekas dari pengusaha, dan tarif ini akan meningkat menjadi 1,2% seiring dengan kenaikan tarif PPN. Aturan ini tercantum dalam PMK 65/2022 tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas.
Besaran 1,1% berasal dari perhitungan 10% dikalikan tarif PPN 11 persen. Pengusaha kena pajak harus menyampaikan SPT Masa PPN mulai April 2022.
4. LPG Non-Subsidi
Pemerintah juga mengenakan PPN pada penyaluran LPG non-subsidi ukuran 5,5 kg dan 12 kg.. Hal ini tertuang dalam PMK 62/2022 tentang PPN Atas Penyerahan LPG Tertentu. Sementara itu, pemerintah menanggung PPN 11 persen secara penuh untuk LPG 3 kg, sehingga konsumen tidak dikenakan PPN karena LPG ini disubsidi.
5. Paket Internet
Para operator seluler ikut menyesuaikan tarif PPN 11 persen, sehingga harga paket internet operator pun ikut mengalami kenaikan.
5. Perbankan
Layanan jasa perbankan pun ikut terdampak PPN 11%. Adapun layanan perbankan yang dikenakan tarif PPN baru ini adalah produk wealth management untuk biaya sewa Safe Deposit Box (SBD)/Robotic Safe Deposit Box (RSDB). Berikut ini daftarnya:
- Reksa dana
- Surat berharga
Barang dan Jasa yang Bebas PPN 11 Persen
Berdasarkan UU HPP, tidak semua barang dan/atau jasa dikenakan tarif PPN baru 11 persen. Adapun barang dan/atau jasa yang bebas PPN tarif baru adalah:
- Barang kebutuhan pokok
- Jasa kesehatan
- Jasa pendidikan
- Jasa pelayanan sosial
- Jasa keuangan (giro, deposito jangka panjang, tabungan, sarana telekomunikasi, wesel, cek, pembiayaan dengan prinsip syariah, dll)
Selain daftar di atas, pemerintah juga memberikan pengecualian terhadap beberapa jenis barang/jasa tertentu pada sektor usaha tertentu.
Sumber: kontrakhukum.com