KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

Hasil Lawatan Kadin ke AS: Dorong Perdagangan Naik Dua Kali Lipat, Buka Pintu Investasi dan Kerja Sama Energi

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menyampaikan hasil kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat (AS) dalam konferensi pers yang digelar di The Convergence Indonesia, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (09/05/2025).

Lawatan ini dilakukan dalam rangka memperkuat hubungan dagang, menarik investasi, dan membuka peluang kolaborasi di sektor energi, khususnya transisi energi dan mineral kritis. Kunjungan berlangsung di tiga kota utama: New York, Washington DC, dan Los Angeles.

Anin sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa forum-forum strategis yang dihadirinya menggambarkan meningkatnya ketertarikan AS terhadap potensi Indonesia, terutama dalam sektor energi terbarukan dan hilirisasi mineral.

“Sebelum ke Washington DC, saya ke New York. Di sana saya menghadiri Bloomberg New Energy Forum Summit 2025 yang fokus pada transisi energi dan isu iklim,” ujar Anin.

Anin menekankan pentingnya posisi Indonesia dalam forum tersebut, khususnya karena isu iklim dan energi adalah ‘isu kehidupan’ bagi negara kepulauan seperti Indonesia.

“Kalau air naik, hancur semua kita,” ucapnya.

Meski pemerintah AS sempat menarik diri dari Paris Agreement di masa Presiden Trump, Anin menyebut komitmen terhadap energi bersih masih kuat di tingkat negara bagian.

“Dua pertiga dari 50 negara bagian tetap ingin lanjut. Bahkan Texas, negara bagian yang terkenal dengan minyak dan gas, justru menjadi pengguna energi angin dan surya terbesar kedua setelah California,” ungkap Anin.

Dalam lanjutan kunjungan ke Washington D.C., Anin bertemu dengan U.S. Chamber of Commerce (Kamar Dagang AS).

“Kami ingin menyampaikan bahwa dunia usaha Indonesia serius menjalin kerja sama dengan AS, tapi kami ingin fair deal,” ujarnya.

Anin mengungkap bahwa saat ini Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan AS sebesar 18 miliar dolar AS. Namun demikian, Kadin menilai perluasan volume perdagangan jauh lebih penting daripada sekadar menjaga keseimbangan neraca.

“Target kami bukan hanya menyeimbangkan. Kami ingin menaikkan total perdagangan dua arah dari 40 miliar dolar AS saat ini, menjadi 80 miliar dolar AS dalam 2-3 tahun ke depan. Kalau disiasati dengan benar, bisa tembus 120 miliar dolar AS dalam empat tahun,” papar Anin.

Sebagai perbandingan, Anin menyebut perdagangan Indonesia dengan China yang mencapai 130 miliar dolar AS bisa menjadi tolok ukur.

“Kalau kita berhasil, angka perdagangan dengan Amerika (Serikat) bisa mendekati China,” tambahnya.

Anin menjelaskan bahwa kerja sama dengan AS berpeluang besar berkembang di tiga bidang utama yakni perdagangan barang seperti alas kaki, garmen, elektronik, serta kebutuhan AS seperti kedelai, susu, dan daging.

Kemudian mineral kritis tambah Anin termasuk nikel, tembaga, seng, dan bauksit yang telah diproses (hilirisasi), serta co-investment kemitraan investasi timbal balik antara pengusaha Indonesia dan AS.

“Kalau kita impor minyak dan gas, kenapa tidak sekalian punya ladangnya di sana? Sekarang hal seperti ini menjadi mungkin karena ada institusi keuangan besar seperti Danantara yang memiliki aset 900 miliar dolar AS,” jelasnya.

Selanjutnya Anin juga bertemu dengan US Dairy Export Council dan National Milk Producers Federation untuk membahas potensi masuknya produk susu AS ke Indonesia yang saat ini masih didominasi oleh Australia dan Selandia Baru.

“Kalau produk AS kompetitif, kenapa tidak? Kita butuh, mereka juga mau ekspor,” kata Anin.

Anin juga menyinggung pertemuan dengan National Cotton Council of America, yang ingin meningkatkan ekspor kapas ke Indonesia. Anin menekankan pentingnya perlakuan tarif yang adil.

“Kalau kita beli kapas dari Amerika (Serikat), tidak masalah. Tapi kalau kita kirim balik sebagai tekstil, tarifnya harus nol atau mendekati nol. Itu wajar dan fair,” ujar Anin.

Terkait isu tarif secara umum, ia menyampaikan pandangan dari kalangan bisnis AS yang cenderung menolak kenaikan tarif karena dinilai memicu inflasi dan resesi.

“US Chamber bilang, kalau tarif naik terus, resesi pasti datang. Jadi tarif ini mesti ada ujungnya,” ujar Anin.

Kunjungan Kadin ke AS juga menjangkau sektor-sektor lain.

Anin menyebut pertemuan dengan Nike, perusahaan pembeli 290 juta pasang sepatu, sebagai salah satu momen penting. Indonesia berupaya memperkuat posisinya yang kini masih kalah dari Vietnam dalam ekspor sepatu.

Lawatan juga menyentuh dunia finansial dan kreatif di Los Angeles, termasuk gelaran Indonesian Night yang turut dihadiri aktor Chris Tucker.

“Lalu saya ke Los Angeles, saya di Milken (Institute Global Conference 2025), itu dunia keuangan. Nah di sini kita membantu, memberi investasi, membawa investasi. Juga ada Indonesian Night. Lanjut yang terakhir, Chris Tucker pun datang ke Indonesian Night,” ujarnya.

Pertemuan dengan Menteri Keuangan AS juga menjadi bagian penting dari agenda.

“Saya tanya ke Menteri Keuangan AS, gimana feeling-nya? Dia bilang feeling-nya bagus dengan Indonesia. Peluang kesepakatan itu ada, karena tiga hal (yakni) perdagangan, hilirisasi mineral, dan co-investment,” tutur Anin.

Meski demikian, Anin menekankan bahwa Kadin bukan bagian dari tim negosiasi resmi pemerintah.

“Kami bukan pemerintah, tapi apapun keputusan pemerintah, kami akan bantu memuluskan dampaknya bagi pelaku usaha,” tegas Anin.

Anin mengakui perjalanan ke tiga kota besar di AS melelahkan, tetapi menyimpan hasil yang menjanjikan.

“Capek memang. Tapi rasanya tidak sia-sia. Dan saya ingin bicara juga ke media dalam negeri, supaya tidak hanya media asing yang mendengar,” tuntas Anin.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Koordinator (WKUK) Bidang Organisasi, Komunikasi, dan Pemberdayaan Daerah Kadin Indonesia, Erwin Aksa turut menyoroti sejumlah hambatan non-tarif yang menjadi perhatian pengusaha dan pemerintah AS dalam hubungan dagang dengan Indonesia.

“(Soal) Non-tariff barrier, kami bertemu dengan banyak pengusaha dan juga perwakilan pemerintah. Keluhan-keluhan yang disampaikan terutama terkait asesmen yang sangat lama. Seperti untuk perusahaan susu mereka, itu bisa membutuhkan waktu tiga tahun sejak permintaan,” ujar Erwin.

Erwin juga menyebutkan isu birokrasi halal untuk daging, kuota untuk produk agrikultur, serta hambatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap produk-produk teknologi seperti Apple.

“TKDN juga disampaikan. Produk seperti Apple kemarin dihambat untuk berjualan karena TKDN. Hal seperti inilah yang menjadi concern dari pemerintah Amerika (Serikat),” kata Erwin.

Kadin berharap dalam waktu dua bulan ke depan, akan ada relaksasi regulasi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak.

“Kita berharap bisa memberikan yang terbaik, membeli barang Amerika (Serikat) lebih banyak, sehingga tarif yang diberikan kepada Indonesia bisa lebih wajar, seperti negara-negara sahabat Amerika (Serikat) lainnya,” tutup Erwin.

Pelatihan Calon Mitra MBG Dimulai, Perkuat Kolaborasi dalam Pemenuhan Gizi Anak Indonesia
Kadin Ungkap Nilai Perdagangan Indonesia-AS Bisa Tembus 80 Miliar Dolar AS Seusai Negosiasi Tarif
Ketua Umum Kadin Indonesia Temui Menko PMK, Bahas Sinergi SDM, Pendidikan, dan Industri

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry