Logo Kadin Indonesia

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

Menyeimbangkan Tujuan Bisnis dengan Dampak Sosial dan Lingkungan: Memahami Lanskap Peraturan CSER

Pendahuluan

Dalam menjalankan berbagai kegiatan usaha, pelaku usaha harus memperhatikan tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, para pelaku usaha, khususnya perusahaan, harus fokus tidak hanya pada dimensi ekonomi dalam operasionalnya, namun juga pada dimensi sosial.[1] Tanggung jawab tersebut tercermin melalui berbagai Corporate Social and Environmental Responsibilities (“CSER”), yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melindungi lingkungan sekitar.[2]

Sayangnya, masyarakat Indonesia saat ini terus dihadapkan pada tuduhan terkait perusahaan-perusahaan ternama yang menyalahgunakan CSER sebagai metode penyaluran dana hasil kejahatan antara lain dengan memfasilitasi pemilik smelter dan pihak-pihak lainnya.[3] Kasus-kasus tersebut mengungkapkan pentingnya pelaku usaha memahami manfaat, mekanisme dan prosedur yang tepat terkait dengan kewajiban CSER mereka.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyatakan bahwa CSER merupakan salah satu cara untuk memperkuat kontribusi dunia usaha dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDG) Indonesia melalui penargetan kelompok miskin dan rentan, smeningkatkan tingkat pendidikan secara keseluruhan, serta kesejahteraan ibu, anak, dan remaja.[4] Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/2007“) menetapkan berbagai definisi dan mandat CSER. Menurut UU 40/2007, CSER adalah komitmen yang dibuat oleh perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perseroan, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya.[5]

Untuk memastikan pelaksanaan CSER yang sesuai dengan kebutuhan sosial dan lingkungan, serta pencapaian berbagai target dan tujuan, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan tiga kerangka hukum yang secara khusus membahas masalah ini:

  1. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”);
  2. Peraturan Menteri Sosial No. 9 Tahun 2020 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha (“Permensos 9/2020”); dan
  3. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) No. PER-1/MBU/03/2023 tentang Penugasan Khusus dan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha Milik Negara (“Permen BUMN 1/2023”).

 

Meskipun peraturan yang tercantum dalam poin (1) dan (3) di atas secara khusus berlaku untuk perseroan terbatas dan BUMN, sangat penting untuk dicatat bahwa semua jenis badan usaha diwajibkan untuk mematuhi berbagai ketentuan CSER yang ada di dalam kerangka Permensos 9/2020. Sebagai itu, Tim Legal Research and Analysis Hukumonline telah merangkum berbagai mekanisme CSER BUMN yang diatur dalam Permen BUMN 1/2023 dalam Indonesian Legal Brief (“ILB“) edisi berikut ini: “Penugasan Khusus dan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan: Peraturan Omnibus BUMN Lainnya Diterbitkan”.

Mengingat pentingnya pelaksanaan CSER bagi banyak pemangku kepentingan, edisi Indonesian Law Digest (ILD) kali ini menjabarkan diskusi tentang bagaimana badan usaha harus melaksanakan penerapan tersebut. Analisis kami dibagi sebagai berikut:

I. Pemahaman Umum tentang Kewajiban CSER

    1. Klasifikasi Ketentuan CSER
    2. Kewajiban CSER

II. Pelaksanaan CSER Secara Umum oleh Badan Usaha

    1. Mekanisme Pelaksanaan CSER
    2. Koordinasi Melalui Forum CSER
    3. Pelaporan, Pengawasan dan Penghargaan

III. Putusan Pengadilan dalam Perkara Pelaksanaan CSER

I.    Pemahaman Umum tentang Kewajiban CSER

A.   Klasifikasi Ketentuan CSER

Secara garis besar, setidaknya ada tiga jenis subjek hukum yang wajib melaksanakan CSER dan secara khusus diatur dalam tiga peraturan berikut ini:

Peraturan Subjek Hukum CSER
PP 47/2012 Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang berlaku untuk perseroan terbatas (“Perseroan”).[6]
Permensos 9/2020 Kesatuan organisasi yang bertujuan memperoleh keuntungan dan memberikan layanan kepada masyarakat (“Badan Usaha”).[7]
Permen BUMN 1/2023 Badan usaha BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.[8]

 

Secara keseluruhan, PP 47/2012 membahas penanggung jawab pelaksanaan CSER, rencana kegiatan dan anggaran CSER, serta berbagai jenis sanksi yang dapat dikenakan kepada Perusahaan yang tidak melaksanakan CSER. Sementara itu, Permensos 9/2020 secara luas membahas pelaksanaan CSER, forum CSER, pelaporan, dan mekanisme lain yang secara khusus terkait dengan pelaksanaan CSER oleh Badan Usaha. Terakhir, Permen BUMN 1/2023 membahas tentang pengelolaan, pengawasan, pelaporan, komite dan kinerja CSER BUMN. Peraturan-peraturan di atas mengatur mengenai pelaksanaan dan mekanisme CSER untuk setiap jenis subjek hukum, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikut.

B.   Kewajiban CSER

Di Indonesia, peraturan CSER terus berkembang untuk mendorong praktik bisnis yang bertanggung jawab dengan lebih baik. Sehubungan dengan itu, Perseroan, Badan Usaha, dan BUMN berkewajiban memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial dan kesejahteraan lingkungan hidup. Peraturan-peraturan ini memberikan kerangka untuk mengintegrasikan CSER ke dalam strategi bisnis, memastikan transparansi dan mencapai manfaat yang terukur bagi para pemangku kepentingan dan lingkungan. Berdasarkan klasifikasi di atas, sub-bab berikut ini merangkum berbagai kewajiban CSER yang berlaku untuk Perseroan, Badan Usaha dan BUMN.

  1. CSER untuk Perseroan

PP 47/2012 menekankan bahwa CSER wajib dilakukan oleh Perseroan yang melakukan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.[9] Selain itu, kewajiban CSER harus dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan Perseroan.[10]

CSER harus dilaksanakan oleh dewan direksi (“Direksi”) berdasarkan rencana kerja tahunan yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris atau melalui Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS“) sesuai dengan anggaran dasar yang berlaku dan berdasarkan asas kepatutan dan kewajaran.[11] Oleh karena itu, rencana kerja tahunan setidaknya harus memuat rencana kegiatan dan anggaran dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan CSER.[12] Sementara itu, realisasi anggaran pelaksanaan CSER harus diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.[13]

Selain itu, pelaksanaan CSER harus dimasukkan ke dalam laporan tahunan Perseroan dan juga harus dibahas sesuai dengan pertanggungjawaban RUPS. Lebih lanjut, perusahaan yang tidak melaksanakan CSER akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[14] Perlu juga dicatat bahwa pelaksanaan CSER tidak menghalangi Perseroan untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan mereka dalam bentuk lain yang berbeda dari kewajiban CSER resmi mereka.[15] Lebih lanjut, perseroan yang sesuai dengan mandatnya melaksanakan CSER juga melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam bentuk lain, dapat diberikan penghargaan oleh pihak yang berwenang.[16]

  1. CSER untuk Badan Usaha

Permensos 9/2020 menjelaskan bahwa pelaksanaan kewajiban CSER oleh Badan Usaha antara lain merupakan bentuk peran serta dalam pembangunan sosial berkelanjutan.[17] Sehubungan dengan itu, terbitnya Permensos 9/2020 sekaligus mencabut dan mengganti Peraturan Menteri Sosial No. 6 Tahun 2016 tentang Tanggung Jawab Sosial Badan Usaha Dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (“Permensos 6/2016”), yang berfokus pada tanggung jawab Perseroan terkait kesejahteraan sosial. Sebaliknya, Permensos 9/2020, menekankan tanggung jawab lingkungan Perseroan di samping tanggung jawab kesejahteraan sosial.

Sehubungan dengan hal tersebut, tujuan pelaksanaan CSER oleh Badan Usaha berdasarkan Permensos 9/2020 dirinci sebagai berikut:[18]

  1. Menangani masalah sosial;
  2. Melayani pihak-pihak yang membutuhkan pelayanan kesejahteraan sosial; dan
  3. Meningkatkan citra dan keuntungan serta menjaga kelangsungan usaha.

 

Selain itu, CSER dapat dilaksanakan pada sektor-sektor tertentu dan dapat menargetkan kelompok-kelompok tertentu yang memenuhi kriteria tertentu (“Kriteria Sasaran CSER”), seperti yang tercantum di bawah ini:

Sektor[19] Kriteria[20]
Kesejahteraan sosial Kemiskinan
Pendidikan Ketelantaran
Kesehatan Disabilitas
Seni dan budaya Keterpencilan
Agama Tuna sosial dan penyimpangan perilaku
Kewirausahaan Korban bencana
Infrastruktur Korban tndak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi
Lingkungan
  1. CSER untuk BUMN

Melalui penerbitan Permen BUMN 1/2023, BUMN wajib menyelenggarakan CSER sebagai bentuk komitmen dan pelayanan terhadap pembangunan berkelanjutan melalui penyediaan manfaat ekonomi, sosial, lingkungan, hukum dan tata kelola. CSER tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terintegrasi, terarah, dan terukur dampaknya, dapat dipertanggungjawabkan, dan merupakan bagian dari pendekatan bisnis perusahaan.[21] Oleh karena itu, pelaksanaan CSER harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip berikut ini:[22]

Prinsip Keterangan
Terintegrasi Pelaksanaan CSER harus terintegrasi berdasarkan analisis risiko dan proses bisnis yang terkait dengan pemangku kepentingan.
Terarah CSER harus memiliki arah yang jelas yang ditujukan untuk pencapaian tujuan perusahaan.
Terukur CSER harus bermanfaat dan menghasilkan perubahan atau nilai tambah bagi pemangku kepentingan dan perusahaan.
Akuntabilitas CSER harus dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya untuk menghindari potensi penyalahgunaan dan penyimpangan.

Selanjutnya, pelaksanaan CSER telah dibagi menjadi empat tahapan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan, seperti yang dirangkum dalam tabel berikut:

Tahapan Keterangan
Perencanaan[23] Perencanaan CSER harus disusun oleh direksi yang relevan sebagai strategi dan petunjuk pelaksanaan untuk menjamin efektivitas dan keberhasilannya, seperti diuraikan dalam dokumen rencana kerja dan anggaran program CSER yang relevan, yang setidaknya memuat informasi berikut:

  1. Ringkasan pelaksanaan CSER selama tahun sebelumnya;
  2. Rencana proyeksi yang membahas program dan anggaran CSER;
  3. Penetapan prioritas tujuan pembangunan berkelanjutan; dan
  4. Target kinerja.
Pelaksanaan[24] CSER dapat dilaksanakan oleh BUMN dalam bentuk:

  1. Pembiayaan untuk usaha mikro dan kecil; dan
  2. Pemberian bantuan dan/atau kegiatan lainnya, termasuk pembinaan.
Pengawasan[25] Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan CSER. Dalam hal ini, direksi berhak melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan CSER untuk mengukur kinerja serta manfaat yang diperoleh BUMN dan lingkungan. Selain itu, dewan komisaris/dewan pengawas BUMN juga wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan CSER.
Pelaporan[26] BUMN wajib menyusun laporan keuangan dan laporan pelaksanaan yang secara spesifik membahas CSER dan ini harus dimasukkan ke dalam laporan triwulanan dan laporan tahunan yang disampaikan kepada Menteri BUMN.

Perlu juga dicatat bahwa pelaksanaan CSER dapat didanai melalui:

  1. Anggaran kegiatan yang diperhitungkan sebagai biaya BUMN selama tahun anggaran berjalan;
  2. Ketentuan mengenai laba bersih BUMN selama tahun anggaran sebelumnya; dan
  3. Sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, serangkaian mekanisme terperinci yang secara khusus membahas pelaksanaan CSER melalui pendanaan diatur dalam Permen BUMN 1/2023.

II.  Pelaksanaan CSER Secara Umum oleh Badan Usaha

A.   Mekanisme Pelaksanaan CSER

Meskipun terdapat sejumlah peraturan khusus yang membahas berbagai kewajiban CSER yang secara khusus berlaku untuk Perseroan dan BUMN, pihak-pihak tersebut tetap wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Permensos 9/2020, seperti yang dibahas pada bagian ini. Secara keseluruhan, CSER dilaksanakan sesuai dengan dua cakupan dampak: di dalam badan tertentu dan di luar badan usaha tersebut.[27] Pada intinya, pelaksanaan CSER di dalam suatu badan usaha berkaitan dengan komitmen dan upaya badan yang bersangkutan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan karyawan dan keluarganya sesuai dengan Kriteria Sasaran CSER, seperti disebutkan di atas.[28]

Sebaliknya, pelaksanaan CSER di luar badan usaha harus diwujudkan melalui komitmen badan tersebut untuk lebih meningkatkan kesejahteraan sosial, baik di area sekitar maupun di tingkat nasional secara umum.[29]

Untuk mengidentifikasi jenis upaya dan komitmen yang menentukan kisaran dampak pelaksanaan CSER, tabel di bawah ini merangkum jenis langkah yang dapat diambil sehubungan dengan pelaksanaan CSER, baik di dalam maupun di luar badan usaha:

Kisaran Dampak Contoh Langkah Pelaksanaan CSER
Di dalam badan usaha[30]
  1. Penyediaan layanan sosial dasar bagi karyawan dan keluarganya; dan
  2. Penyediaan jaminan dan perlindungan sosial bagi karyawan dan keluarganya.
Di luar badan usaha (area sekitar)[31]
  1. Memprioritaskan kesempatan kerja yang tersedia bagi orang-orang yang tinggal di daerah sekitar sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan badan usaha;
  2. Pemberian pemberdayaan, jaminan, perlindungan dan/atau rehabilitasi sosial kepada pihak-pihak yang membutuhkan kesejahteraan sosial di lingkungan sekitar badan usaha;
  3. Pemberian bantuan yang berkaitan dengan sarana dan prasarana masyarakat di lingkungan sekitar; dan
  4. Pengembangan potensi sumber daya manusia di lingkungan sekitar.
Badan usaha luar (skala nasional)
  1. Penanganan bencana;
  2. Pelaksanaan program prioritas nasional terkait kesejahteraan sosial; dan
  3. Penanganan masalah sosial di wilayah lainnya.

Permensos 9/2020 memberikan fleksibilitas dalam hal mekanisme pelaksanaan CSER. Dalam hal ini, Permensos 9/2020 menyatakan bahwa pelaksanaan tersebut dapat dilakukan secara langsung oleh badan usaha, secara tidak langsung melalui pihak ketiga, bermitra dengan masyarakat, dan/atau berkolaborasi dengan badan usaha lain dalam bentuk konsorsium.[32]

Sebagai perbandingan, meskipun Permensos 6/2016 menetapkan ruang lingkup dan mekanisme yang serupa terkait dengan pelaksanaan CSER, kerangka ini sebelumnya tidak merinci contoh tindakan apa pun yang dapat dilakukan terkait dengan setiap ruang lingkup dan mekanisme tersebut.

B.   Koordinasi Melalui Forum CSER

Untuk mendorong, mengoordinasikan, memfasilitasi, dan menyinergikan pelaksanaan CSER, sebuah forum harus dibentuk. Keanggotaan forum ini akan diwajibkan bagi badan usaha.[33] Pada intinya, pembentukan forum ini harus bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:[34]

  1. Membantu Menteri Sosial dan pejabat pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan CSER oleh badan usaha;
  2. Membantu dan memfasilitasi badan usaha dalam pelaksanaan CSER yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan sosial; dan
  3. Mengoordinasikan dan menyinergikan pelaksanaan CSER berdasarkan data dan prioritas.

Tugas dan fungsi forum dirinci dalam tabel di bawah ini:

Tugas[35] Fungsi[36]
  1. Pembangunan kesepahaman dan kemitraan antara badan usaha dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial;
  2. Penyediaan data dan informasi kepada badan usaha dan pemangku kepentingan dalam bentuk yang relevan dengan berbagai jenis permasalahan sosial dan sesuai dengan bidang-bidang tersebut di atas, beserta program-program penanganannya.
  3. Dorongan dan ajakan kepada para pelaku usaha untuk berperan aktif dalam mendukung keberhasilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan
  4. Penyediaan asistensi, advokasi, rekomendasi dan fasilitasi kepada badan usaha dalam pelaksanaan kewajiban CSER.
  1. Koordinasi baik di dalam maupun di luar forum;
  2. Penyelenggaraan sosialisasi di antara anggota forum, pemangku kepentingan, masyarakat dan pihak terkait lainnya;
  3. Penguatan komunikasi antara forum di tingkat pusat dan daerah serta antara forum dengan pihak lainnya;
  4. Penyelenggaraan peningkatan kapasitas bagi pihak-pihak yang melaksanakan CSER untuk badan usaha;
  5. Menerima informasi dan laporan dari masyarakat mengenai badan usaha yang tidak melaksanakan kewajiban CSER.

Untuk memastikan koordinasi yang baik, forum ini hanya akan terikat pada satu anggaran dasar dan satu anggaran rumah tangga (“AD/ART”), yang disepakati melalui musyawarah forum berskala nasional. Hal ini akan berlaku secara nasional di seluruh tingkat organisasi forum.[37] Struktur organisasi forum ini adalah sebagai berikut:

Tingkat Organisasi[38] Rincian
Nasional[39]
  • Dilaksanakan oleh pengurus nasional.[40]
  • Setidaknya harus terdiri dari pengurus dan anggota.
  • Pengurus akan diangkat dan disahkan melalui musyawarah forum tingkat nasional.
  • Pengurus akan dikukuhkan oleh Menteri Sosial untuk masa bakti lima tahun.
Provinsi[41]
  • Dilaksanakan oleh pengurus provinsi.[42]
  • Setidaknya harus terdiri dari pengurus dan anggota.
  • Pengurus akan diangkat dan ditetapkan melalui musyawarah forum tingkat provinsi.
  • Pengurus akan dikukuhkan oleh gubernur yang bersangkutan untuk masa bakti lima tahun.
Kota/kabupaten[43]
  • Dilaksanakan oleh pengurus daerah kota/kabupaten.[44]
  • Setidaknya harus terdiri dari pengurus dan anggota.
  • Pengurus akan diangkat dan ditetapkan melalui musyawarah forum tingkat kota/kabupaten.
  • Pengurus akan dikukuhkan oleh walikota/bupati terkait untuk masa bakti lima tahun.

Mekanisme pembentukan forum di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten diatur dalam AD/ART forum.[45] Selain itu, struktur organisasi di seluruh jenjang organisasi forum juga diatur dalam AD/ART.[46]

Meskipun telah dijelaskan bahwa keanggotaan forum akan terdiri dari badan usaha di seluruh tingkat organisasi,[47] namun ketentuan rinci mengenai keanggotaan tersebut, serta berbagai tugas dan tanggung jawab pengurus dan anggota, juga akan diatur dalam AD/ART.[48]

C.   Pelaporan, Pengawasan dan Penghargaan

Pembinaan dan pengawasan forum akan dilaksanakan berdasarkan tingkat organisasi terkait. Dalam hal ini, rincian rantai pengawasan forum dirangkum sebagai berikut:[49]

  1. Forum tingkat nasional akan diawasi oleh Kementerian Sosial dan kementerian/lembaga terkait lainnya;
  2. Forum tingkat provinsi akan diawasi oleh gubernur dan otoritas terkait lainnya di tingkat daerah; dan
  3. Forum tingkat kota/kabupaten diawasi oleh walikota/bupati dan otoritas terkait lainnya di tingkat daerah.

Pembinaan dan pengawasan akan dilaksanakan terkait dengan berbagai kebijakan, program dan kegiatan forum. Kegiatan pengawasan dapat berupa bimbingan teknis, sosialisasi, fasilitasi, pemantauan, evaluasi, pengawasan dan pelaporan, serta digitalisasi sistem informasi, teknologi, dan komunikasi.[50] Pengurus forum juga harus menyampaikan laporan tertulis atas seluruh kegiatan forum sesuai dengan rantai pengawasan yang diuraikan di atas. Laporan kegiatan forum harus disampaikan setidaknya setiap tahun.[51]

Dalam hal kewajiban pelaporan, penting bagi seluruh badan usaha yang melaksanakan kegiatan CSER untuk menyampaikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial melalui sistem elektronik setidaknya setiap tahun.[52]

Sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengawasan langsung terhadap kewajiban CSER, Menteri Sosial serta gubernur dan walikota/bupati terkait dapat menganugerahkan Penghargaan Padmamitra kepada setiap pelaku usaha yang mewujudkan kontribusi dan prestasi signifikan dalam melaksanakan kewajiban CSER.[53] Penghargaan tersebut dapat berupa sertifikat pengakuan dan/atau trofi.[54] Perlu diketahui juga bahwa kepatuhan pelaku usaha terhadap kewajiban menyampaikan laporan tahunan menjadi salah satu faktor penentu pemberian penghargaan.[55]

Sebagai perbandingan, kerangka Permensos 6/2016 sebelumnya tidak mengatur secara spesifik tentang kewajiban penyampaian laporan pelaksanaan CSER atau kewenangan pejabat untuk melakukan pengawasan terhadap badan usaha.

III. Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pelaksanaan CSER

Terkait dengan adanya ketidakpatuhan terhadap kewajiban CSER, perlu diketahui bahwa baik Permensos 9/2020 maupun Permen BUMN 1/2023 tidak memuat ketentuan yang khusus mengatur mengenai pengenaan sanksi terhadap badan usaha dan/atau BUMN yang tidak memenuhi kewajiban CSER mereka. Sedangkan PP 47/2012 menyatakan bahwa setiap Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban CSER akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, meskipun menyoroti mengenai pemberian sanksi terhadap setiap tindakan yang tidak patuh, namun PP 47/2012 tidak merinci bentuk sanksi yang akan dikenakan kepada Perseroan.[56]

Dalam konteks investor yang lebih spesifik, perlu diperhatikan berbagai kewajiban CSER yang tersirat dalam kerangka Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”). Berkaitan dengan hal tersebut, UU Penanaman Modal menyatakan bahwa setiap penanam modal[57] wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan guna terjalinnya hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan nilai-nilai lingkungan hidup, serta norma dan budaya masyarakat setempat. Berdasarkan kerangka ini, setiap pelanggaran terhadap kewajiban ini kemungkinan besar akan mengakibatkan pengenaan sanksi administratif.[58]

Meskipun instrumen hukum yang tersedia tidak selalu memberikan serangkaian sanksi khusus yang dapat dikenakan sehubungan dengan perkara ketidakpatuhan, perlu dicatat bahwa kewajiban CSER juga dapat menyebabkan sengketa yang pada akhirnya harus diselesaikan melalui pengadilan. Di bawah ini adalah rangkuman beberapa perkara yang memberikan sejumlah wawasan berguna mengenai sifat sengketa pengadilan terkait CSER:

Putusan Mahkamah Agung No. 156 PK/PID.SUS/2015

Sifat Perkara Pidana Khusus
Pihak Prof. Edy Yuwono, Ph.D bin Suyatman (Terdakwa I)

Ir. Budi Rustomo, M. Rur. Sc. Ph.D (Terdakwa II)

Ir. Winarto Hadi, SU bin Soeprayitno (Terdakwa III)

Ringkasan Perkara
  • Universitas Jenderal Soedirman (“Unsoed”) menerima dana corporate social responsibility (CSR) dari PT Aneka Tambang (Antam) Persero senilai Rp 2,1 miliar pada Agustus 2011. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan perikanan, peternakan dan pertanian terpadu di bekas tambang pasir besi di Pantai Ketawang, Desa Munggangsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo. Dana CSR tersebut diberikan kepada Rektor Unsoed, Edy Yuwono (Terdakwa I).
  • Namun pada saat penyalurannya, Edy Yuwono dan timnya melakukan penyelewengan dana CSR. Penyelewengan tersebut antara lain pembelian mobil operasional atas nama tim sendiri, penyewaan rumah di luar peruntukan awal, dan honor petugas yang tidak wajar.
  • Pada 4 Maret 2014, Pengadilan Tipikor Semarang memutuskan Edy bersalah dan menjatuhkan hukuman dua setengah tahun penjara. Edy kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Namun, alih-alih mendapat keringanan, hukuman Edy malah diperberat dan pada 11 Juli 2014, Pengadilan Tinggi Semarang memvonis Edy empat tahun penjara. Edy tidak menanggapinya dengan mengajukan kasasi melainkan langsung mengajukan peninjauan kembali (“PK”).
  • Selain Edy, dua anak buahnya yang juga diadili bersamanya, yakni Plt. Pembantu Rektor IV, Budi Rustomo (Terdakwa II) dan Kepala UPT Percetakan, Winarto Hadi (Terdakwa III) dijatuhi hukuman yang sama. Ketiga Terpidana tersebut dinilai menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain hingga merugikan keuangan negara.
Pertimbangan Hakim
  • Dana yang digunakan untuk program CSR bersumber dari keuangan negara. Pertimbangan lain yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusannya antara lain adanya penegasan bahwa perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi yang tergolong kejahatan luar biasa.
  • Lebih lanjut, status para Terdakwa yang semuanya merupakan akademisi terpelajar menuntut mereka untuk menjadi teladan dan panutan bagi masyarakat. Selain menjatuhkan hukuman penjara dan denda, majelis hakim juga mewajibkan ketiga Terdakwa mengembalikan kerugian negara yang jumlahnya bervariasi.
  • Ketiga Terdakwa terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan terus-menerus dan pada akhirnya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diganti dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP Indonesia.
Putusan
  • Pada 4 Maret 2014, Pengadilan Tipikor Semarang memutuskan Edy bersalah dan dihukum dua setengah tahun penjara. Terdakwa Edi Yuwono juga wajib mengembalikan Rp. 133 juta, sedangkan Budi Rustomo wajib mengembalikan Rp. 81 juta dan Winarto Hadi wajib mengembalikan Rp. 135 juta. Pengadilan juga memerintahkan lima mobil yang dibeli dengan hasil korupsi disita untuk digunakan negara.
  • Dalam putusan banding, hakim banding juga sependapat dengan pengadilan tingkat pertama. Namun hukuman Edy diperberat menjadi empat tahun penjara.
  • Di Mahkamah Agung, hakim menolak permohonan PK yang diajukan Terdakwa I.

Putusan Mahkamah Agung No. 1132 K/Pid.Sus/2018

Sifat Perkara Pidana Khusus
Pihak Ir. Wahyudin Akbar (Terdakwa)
Ringkasan Perkara
  • PT Pertamina (Persero) menerima dana yang dianggarkan untuk kegiatan CSER periode 2012 – 2014 sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan atas dampak yang ditimbulkan dari kebijakan dan kegiatan PT Pertamina (Persero) terhadap masyarakat dan lingkungan. Salah satu bentuk kegiatan CSR yang dilakukan PT Pertamina (Persero) adalah rencana penanaman 100 juta pohon berupa tanaman keras bernilai ekonomi tinggi setelah tiga tahun melalui pemanfaatan lokasi lahan tidur.
  • Terdakwa, Ir. Wahyudin Akbar diangkat menjadi Sekretaris Pertamina Foundation berdasarkan terbitnya Surat Keputusan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nomor Kpts.P-007/K10220/2011-S8 tanggal 4 Januari 2011 dan berdasarkan Keputusan Rapat Pembina Anggaran Dasar Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina (YKPP) tahun 2010 tanggal 12 Januari 2011, sekaligus merangkap jabatan selaku Direktur Greenlife (periode Agustus 2011 hingga Agustus 2012) sebagai pelaksana Program Gerakan Menabung Pohon tahun 2012.
  • Sesuai dengan Pasal 14 Butir 8 Akta Pendirian Anggaran Dasar YKPP yang menyatakan bahwa, “Pengurus tidak dapat merangkap sebagai pembina, pengawas atau pelaksana kegiatan” Terdakwa terikat pada larangan rangkap jabatan sebagai pengurus (Sekretaris Pertamina Foundation) dan sebagai pelaksana (Direktur Green Life).
  • Isi Laporan Pelaksanaan Program periode Januari – Juni 2012 juga ditemukan bertentangan dengan kenyataan di lapangan, yaitu: 1) Tidak ada penanaman pohon (padahal laporan menyatakan sudah ada penanaman) di wilayah tertentu Kecamatan Nyalindung Sukabumi, Kecamatan Solor Bondowoso dan Kecamatan Bojong (Desa Cibingbin) Kabupaten Purwakarta; 2) Di seluruh kabupaten di mana pohon telah ditanam, jumlah yang dilaporkan telah di mark up (dalam jumlah yang signifikan) (misalnya di Depok, Sukabumi, Purwakarta, Kebumen, Temanggung, Wonosobo, Yogyakarta [Kulonprogo] dan Pasuruan Bondowoso); 3) Pohon-pohon milik masyarakat yang ditanam jauh sebelum dilaksanakannya program gerakan 100 juta pohon diklaim sebagai hasil program menanam pohon Yayasan Pertamina.
  • Perlu juga dicatat bahwa relawan yang ditunjuk terdiri dari orang-orang yang semuanya berafiliasi dengan Terdakwa. Sementara itu, Terdakwa Wahyudin Akbar bersama saksi Nina Nurlina Pramono juga terbukti menyalahgunakan kewenangan dan jabatannya dengan tidak menyampaikan Laporan Pelaksanaan Program periode Januari – Juni 2013, padahal diwajibkan berdasarkan Pasal 2, butir 2.2, Angka 2 Perjanjian Pelaksanaan Program CSR Bidang Pendidikan dan Lingkungan Hidup. Kegagalan ini menyebabkan pencairan dana program sebelum waktunya, padahal evaluasi laporan merupakan kewajiban Pertamina dan Pertamina berhak menghentikan bantuan sebagaimana tercantum dalam perjanjian. Sehubungan dengan hal tersebut, satu-satunya laporan yang akhirnya disusun hanyalah Laporan Tahunan (PF) tahun 2013.
Pertimbangan Hakim
  • Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, Terdakwa selain merupakan karyawan PT. Pertamina yang diperbantukan sebagai Sekretaris Pertamina Foundation juga pernah turut serta sebagai pelaksana program gerakan menanam pohon. Namun, Terdakwa yang menduduki jabatan pengurus, sesuai dengan anggaran dasar Yayasan (YKPP), tidak dapat merangkap sebagai pembina, pengurus, atau pelaksana kegiatan, artinya Terdakwa terikat pada larangan rangkap jabatan.
  • Selain itu, Terdakwa juga terbukti membuat laporan fiktif, memalsukan tanda tangan, dan memalsukan dokumen penanaman pohon, sedangkan dana yang diberikan dan dipotong biaya penanaman pohon tidak sesuai dengan jumlah pohon yang akhirnya ditanam.
  • Berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan Terdakwa dan alat bukti yang diajukan selama persidangan, serta setelah mengkaji hubungan dan kesesuaian masing-masing unsur tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Negeri menyimpulkan bahwa fakta hukum yang dibuktikan di pengadilan sesuai dan didasarkan pada bukti-bukti. Oleh karena itu Majelis Hakim berkesimpulan bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, Terdakwa terbukti melakukan serangkaian perbuatan sebagaimana diuraikan dalam Dakwaan Primair Pertama dan Dakwaan Kedua, artinya pendapat Majelis Hakim pada tingkat Pengadilan Negeri sudah benar.
  • Pertimbangan hakim, berdasarkan pertimbangan di atas, maka Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 87/Pid.Sus/TPK/2017/PN.Jkt.Pst. tanggal 26 Oktober 2017 yang diajukan banding, dapat dipertahankan dan harus dikuatkan. Terlebih lagi, mengingat pada pemeriksaan Tingkat Banding, Terdakwa berada dalam tahanan, maka sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 242 KUHAP, Pengadilan Tinggi memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan.
Putusan
  • Di Tingkat Banding:
  1. Menerima permohonan banding dari Penasihat Hukum Terdakwa dan Penuntut Umum;
  2. Menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 26 Oktober 2016 yang dimintakan banding tersebut;
  3. Menetapkan agar Terdakwa tetap ditahan;
  4. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangi seluruhnya dari total sanksi yang dikenakan.
  • Di Tingkat Kasasi:
  1. Menolak Kasasi Terdakwa;
  2. Memperbaiki Putusan Tingkat Banding tanggal 6 Februari 2018 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri tentang pidana penjara, pengganti denda, dan pengganti pembayaran sebagai berikut: a) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara tujuh tahun dan denda sebesar Rp. 800 juta. Lebih lanjut, jika dendanya tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman penjara delapan bulan; dan b) Menajtuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 2.034.026.000. Jika Terdakwa tidak menyelesaikan pembayaran pengganti tersebut paling lambat satu bulan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi pengganti tersebut. Selanjutnya, apabila Terdakwa tidak memiliki harta yang cukup untuk membayar pengganti, maka ia akan dijatuhi hukuman empat tahun penjara.

Putusan Mahkamah Agung No. 114 PK/Pid/2023

Sifat Perkara Pidana Umum
Pihak Ibnu Khajar (Terdakwa)
Ringkasan Perkara
  • Ibnu Khajar, mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) periode 2019 – 2022 dituding menyelewengkan dana terkait salah satu program bantuan sosial untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada tahun 2018. Kecelakaan pesawat tersebut menyebabkan total 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
  • ACT diamanahkan Boeing untuk mengelola Rp. 138 miliar yang telah dialokasikan untuk dana santunan pasca kecelakaan. Namun dana kompensasi tersebut dikelola secara tidak transparan dan bermasalah. Secara spesifik, ACT tidak pernah menyertakan ahli waris dalam perencanaan atau penggunaan dana corporate social responsibility perusahaan yang diterima dari Boeing. Terlebih, ahli waris tidak pernah menerima informasi apapun mengenai besaran dana kompensasi seperti yang diberikan Boeing.
  • Perusahaan Boeing memberikan dana sebesar US$ 25 juta dalam bentuk Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) yang diamanatkan untuk memberikan bantuan finansial langsung kepada keluarga (ahli waris) korban kecelakaan Lion Air 610. Selain itu, Boeing juga memberikan tambahan dana sebesar US$ 25 juta berupa Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang berperan memberikan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terkena dampak kecelakaan. Dana tersebut tidak diterima secara langsung oleh ahli waris korban, melainkan oleh lembaga amal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
  • Diketahui adanya penggelapan dana, padahal jumlah dana yang sebenarnya digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan fasilitas sosial hanya sebesar Rp. 21,045,357,503. Sisa dana atau Rp. 117,982,530,997 tidak digunakan oleh organ yayasan untuk kegiatan pembangunan fasilitas sosial tetapi untuk berbagai kepentingan pribadi, antara lain pembayaran hutang yayasan, pembayaran gaji dan tunjangan yang berkaitan dengan organ yayasan, fasilitas dan operasional yayasan, serta kegiatan lain yang berada di luar program pembangunan fasilitas social yang diprakarsai oleh PT Boeing Indonesia.
Pertimbangan Hakim
  • Vonis terhadap Ibnu Khajar lebih rendah dari pidananya, karena Terdakwa tercatat telah mengakui perbuatannya.
  • Status keluarga Terdakwa serta fakta bahwa Terdakwa sebelumnya tidak pernah terlibat dalam kasus hukum apapun menjadi pertimbangan dan pada akhirnya mengakibatkan pengurangan hukuman.
  • Sementara itu, kerugian yang ditimbulkan oleh Terdakwa terhadap ahli waris korban semakin memberatkan vonis tersebut.
  • Menurut majelis, tindakan Terdakwa dilakukan bersama-sama dengan pendiri dan mantan Presiden ACT, Ahyudin, serta mantan Wakil Presiden Operasional ACT, Hariyana Hermain.
Putusan
  • Terdakwa dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
  • Terdakwa terbukti melakukan perbuatan penggelapan dalam menjalankan tugasnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP, Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
  • Hakim tidak menyetujui permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Sebagaimana terungkap dalam kasus-kasus di atas, sebagian besar kasus yang dibawa ke pengadilan yang khusus berkaitan dengan kewajiban CSER umumnya melibatkan penyalahgunaan dana CSER oleh pelaku tertentu, yang pada akhirnya berujung pada pengenaan sanksi pidana dengan tuduhan tindak pidana umum atau tindak pidana khusus korupsi. Terkait dengan hal tersebut, penelitian terbaru yang dilakukan Hukumonline terungkap bahwa tidak dapat ditemukan preseden terkait pengenaan sanksi pidana atas kegagalan perusahaan dan/atau badan usaha dalam menjalankan kewajiban CSER tanpa adanya keterlibatan penyalahgunaan dana. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kegagalan dalam menjalankan kegiatan CSER disebabkan oleh penggelapan dana yang dialokasikan untuk kegiatan tersebut.

Dalam hal demikian, setiap kesengajaan untuk mengelak dari kewajiban melaksanakan CSER kemungkinan besar akan mengakibatkan pengenaan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam PP 47/2012 dan/atau UU Penanaman Modal.

Kesimpulan

Pada intinya, berbagai kewajiban CSER yang tertuang dalam PP 47/2012, Permensos 9/2020, dan Permen BUMN 1/2023 merupakan upaya untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara manfaat ekonomi dan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungan. Sehubungan dengan itu, melalui pelaksanaan CSER diharapkan akan ada peningkatan lebih lanjut taraf hidup para sasaran CSER. Selain itu, kerangka hukum di atas diharapkan dapat menjadi landasan bagi pelaku usaha untuk berkomitmen dalam melindungi dan berkontribusi terhadap lingkungan sekitar melalui pelaksanaan CSER sesuai standar dan prosedur yang berlaku. Oleh karena itu, para pelaku usaha tidak lagi harus menjalankan usahanya hanya dengan fokus pada operasional bisnis dan mengabaikan kewajibannya dalam melaksanakan CSER.

 

 

 

Sumber: hukumonline.com

Analisa Lainnya

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry