Nilai tukar rupiah yang tembus hingga Rp16 ribu per dolar AS dalam beberapa hari terakhir harus segera diantisipasi sebelum berdampak semakin dalam terhadap dunia usaha nasional.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan pelemahan rupiah salah satunya disebabkan oleh konflik Timur Tengah. Pelemahan rupiah akan berdampak pada kenaikan biaya produksi bagi sektor industri yang bergantung pada bahan baku impor, seperti manufaktur. Selain itu, akan berdampak juga terhadap biaya beban utang yang nilainya dalam dolar AS.
“Hal ini harus benar-benar diantisipasi, karena dapat mempengaruhi harga jual produk dan daya beli masyarakat,” kata Arsjad, Rabu (17/3/2024).
Arsjad menambahkan, pelemahan rupiah juga berdampak pada instrumen finansial di Indonesia seperti emas, minyak mentah, dan imbal hasil treasury 10-tahun (US10Y bond yield) yang telah mengalami peningkatan.
Menurutnya, risiko yang ditimbulkan terhadap pasar finansial terus meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar yang bisa dilihat dari tekanan capital outflow. Karena itu, Kadin berharap berharap pemerintah dapat tanggap melakukan berbagi kebijakan fiskal sehingga inflasi dan daya beli masyarakat dapat terus terjaga. Kadin juga berharap Bank Indonesia (BI) memperhatikan arah kebijakan suku bunga serta strategi pengendalian nilai tukar untuk menjaga kepercayaan pada pasar.
Dia mengatakan, kerja sama strategis regional perlu terus dikomunikasikan segera dengan berbagai bank sentral dunia demi mengantisipasi dampak regional dan global eskalasi konflik.
Arsjad menambahkan, Kadin juga terus mendukung pemerintah menggencarkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) terutama bagi produk atau industri yang masih bergantung pada impor.
“Sehingga jika ada situasi ‘shock’ pada nilai tukar, biaya produksi dan industri secara garis besar tidak akan terlalu terdampak,” tandas Arsjad.