Logo Kadin Indonesia

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry

Rancangan Peraturan Baru: Pemerintah akan Prioritaskan Pemberian WIUPK untuk Perusahaan Swasta

Pada tahun 2021, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 96/2021”),[1] yang hingga kini menjadi peraturan untuk penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, setelah diberlakukannya perubahan terakhir atas Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut “UU 4/2009”).[2]

Namun demikian, untuk memastikan deregulasi dan debirokratisasi di sektor pertambangan mineral dan batubara serta memberikan kepastian hukum kepada pemegang izin usaha pertambangan khusus (“IUPK”) operasi produksi, pemerintah saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan (“RPP”) yang akan menjadi perubahan atas PP 96/2021.[3] Secara garis besar, RPP tersebut menambahkan tiga ketentuan baru dan mengubah 13 ketentuan yang semula dimuat dalam PP 96/2021.

Ketika berlaku, RPP akan mengganti frasa, “Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Tahunan”, yang tercantum dalam PP 96/2021, dengan frasa, “Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (“RKAB”), yang menghapus unsur “tahunan” dalam RKAB untuk usaha pertambangan mineral dan batubara.[4] Penyesuaian nomenklatur ini sejalan dengan penyesuaian RKAB terkini yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (“Menteri ESDM”) No. 10 tahun 2023 (“Permen ESDM 10/2023”),[5] yang membedakan masa berlaku RKAB menjadi satu tahun untuk tahap eksplorasi dan tiga tahun untuk tahap operasi produksi.[6]

Berdasarkan latar belakang di atas, Indonesia Legal Brief (“ILB”) edisi ini akan menyajikan rangkuman dari berbagai ketentuan RPP baru tersebut, khususnya yang berkaitan dengan:

  1. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (“WIUPK”) Prioritas bagi Badan Usaha Swasta;
  2. Penyesuaian Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (“IUP”) dan/atau IUPK (selanjutnya disebut “Izin Pertambangan”) untuk Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”);
  3. Kewajiban Kepemilikan Saham berdasarkan Izin Pertambangan Operasi Produksi; dan
  4. Perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak Karya/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) (selanjutnya disebut “Kelanjutan Operasi”).

 

WIUPK Prioritas bagi Badan Usaha Swasta

Saat ini, berdasarkan PP 96/2021, Menteri ESDM memprioritaskan BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”) sebagai penerima WIUPK.[7] Terkait hal tersebut, PP 96/2021 menetapkan bahwa selanjutnya, WIUPK dapat ditawarkan kepada badan usaha swasta pertambangan mineral dan batubara jika BUMN atau BUMD tidak ada yang berminat dengan WIUPK tersebut.[8]

Akan tetapi, dalam RPP, WIUPK prioritas akan diberikan kepada pihak swasta. Namun demikian, perlu diketahui bahwa kriteria dan mekanisme penetapan WIUPK prioritas bagi pihak swasta belum dirinci dalam RPP dan akan diatur secara khusus dalam Peraturan Presiden.[9]

 

Penyesuaian Perpanjangan Izin Pertambangan Anak Perusahaan BUMN

PP 96/2021 mengatur batas maksimal perpanjangan Izin Pertambangan yang diterbitkan berdasarkan kegiatan operasi-produksi pertambangan. Izin Pertambangan yang telah diperoleh BUMN dapat diperpanjang selama 10 tahun agar dapat terus melakukan kegiatan operasi-produksi pertambangan.[10] Terkait hal tersebut, RPP akan menetapkan bahwa perpanjangan Izin Pertambangan selama 10 tahun untuk kegiatan operasi-produksi pertambangan juga berlaku bagi anak perusahaan BUMN yang telah memperoleh Izin Pertambangan.[11]

 

Kewajiban Kepemilikan Saham berdasarkan Izin Pertambangan Operasi Produksi

Berdasarkan PP 96/2021, kegiatan operasi-produksi pertambangan berdasarkan Izin Pertambangan, yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian (bagi pemegang Izin Pertambangan) atau kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan (bagi pemegang IUPK), harus memenuhi kriteria tertentu berdasarkan jenis komoditas untuk mendapatkan perpanjangan Izin Pertambangan selama 10 tahun. Secara keseluruhan, kriteria yang berlaku saat ini mencakup:[12]

  1. Kegiatan pengolahan, pemurnian, pengembangan, dan/atau pemanfaatan dilakukan oleh pemegang Izin Pertambangan yang bersangkutan;
  2. Memiliki ketersediaan cadangan kebutuhan operasional (untuk komoditas mineral logam); dan/atau
  3. Memenuhi ketentuan mengenai jenis dan/atau persentase minimum batubara yang diproduksi (untuk komoditas batubara).

Meskipun kriteria di atas masih dipertahankan, RPP akan menambahkan kriteria untuk perpanjangan Izin Pertambangan selama 10 tahun. RPP menetapkan bahwa kegiatan pengolahan, pemurnian, pengembangan, dan/atau pemanfaatan yang dilakukan oleh badan usaha lain harus memenuhi kriteria tambahan berupa kepemilikan saham langsung atau tidak langsung pemegang Izin Pertambangan, minimal sebesar 30% dan tidak dapat terdilusi.[13]

 

Perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi

Meskipun PP 96/2021 menyatakan bahwa IUPK operasi produksi yang telah diterbitkan akan tetap berlaku sampai masa berlakunya habis, RPP akan menetapkan IUPK operasi produksi menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi.[14] Selain itu, dalam RPP juga disebutkan bahwa IUPK operasi produksi yang telah diterbitkan sebelum UU 4/2009 berlaku, dapat diberikan perpanjangan izin, dengan syarat memenuhi kriteria berikut:[15]

  1. Memiliki fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian dalam negeri yang terintegrasi;
  2. Saham perusahaan telah dimiliki oleh peserta Indonesia minimal sebesar 51%;
  3. Memiliki upaya untuk meningkatkan penerimaan negara;
  4. Memiliki ketersediaan cadangan untuk kebutuhan operasional;
  5. Telah melakukan transaksi saham baru yang tidak dapat terdilusi paling sedikit 10% dari jumlah seluruh saham kepada BUMN;
  6. Memiliki komitmen investasi baru dalam bentuk: a) Kegiatan eksplorasi lanjutan; dan b) Peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, yang disetujui oleh Menteri ESDM.

Perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi diberikan sesuai dengan ketersediaan cadangan, yang akan dievaluasi setiap 10 tahun.[16] Dalam hal ini, untuk mendapatkan perpanjangan izin, diperlukan pengajuan permohonan kepada Menteri ESDM paling lambat satu tahun sebelum jangka waktu operasi produksi berakhir, disertai dengan delapan dokumen yang diperlukan (misalnya bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi, laporan kegiatan operasi-produksi, RKAB, dan lainnya).[17] Perlu diketahui juga bahwa Menteri ESDM dapat menerbitkan persetujuan atas pengajuan permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi sebelum masa berlaku IUPK berakhir. [18]

 

 

Sumber: hukumonline.com

Analisa Lainnya

KADIN INDONESIA

Indonesian Chamber of Commerce and Industry